“(1)
Demi masa. (2) Sungguh, manusia berada dalam kerugian. (3) Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran
dan saling menasihati untuk kesabaran.”(Q.S Al-‘Asr :1-3)
Arti dari surah Al-‘Asr diatas tentu
sudah tidak asing lagi bagi kita. Selain karena menjadi surah favorit untuk
bacaan solat (karena ayatnya pendek, hehe..), juga disebabkan arti surah
Al-‘Asr tersebut sudah dibuat menjadi lagu sehingga mudah diingat dan dipahami.
Surah ini seringkali mengingatkan kita
pada pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik agar tidak menjadi orang yang
merugi.
Namun, terkadang kita lalai untuk
mengamalkan ajaran yang terdapat dalam surah Al-‘Asr tersebut. Kehidupan
duniawi yang menawarkan berjuta kesenangan seringkali membuat kita silau
sehingga lupa daratan. Gaya hidup hedonis, sekular, liberal menjadi merajalela
mengenyampingkan segala urusan agama. Seolah waktu hidup di dunia akan kekal
abadi. Rasa egois memenuhi seluruh pikiran diri, sehingga waktu benar-benar
habis digunakan untuk memenuhi hasrat kesenangan pribadi, tanpa peduli kepada
orang lain. Hanya segelintir orang yang berani keluar dari zona nyaman mereka
dan memilih menggunakan waktu dengan bijak. Orang-orang minoritas inilah yang
terus berjuang melawan godaan agar tetap istiqomah mengisi waktu dengan
kebajikan.
Waktu tidak akan segera membalas apa
yang manusia kerjakan. Waktu membiarkan manusia memilih untuk menghabiskan
waktu sesuai kehendak masing-masing. Hingga suatu saat waktu akan membalas
perbuatan manusia sesuai dengan cara manusia memperlakukan waktu. Jika waktu
digunakan dengan sebaik mungkin dan dihargai dengan tinggi, maka waktu akan
memberikan buah yang begitu manis untuk dipetik. Sebaliknya, jika waktu
seringkali diabaikan maka suatu saat waktu juga akan mengabaikan.
Waktu bersifat adil. Semua orang,
mulai dari presiden, menteri, pejabat, pengusaha, artis, pegawai kantoran,
guru, anak sekolah sampai pengemis sekalipun mendapatkan jatah waktu yang sama,
yaitu 24 jam. Yang berbeda adalah cara menggunakan waktu tersebut. Ada orang
yang sudah menyambut waktu dengan semangat etos kerja yang baik, adapula yang
menyambutnya dengan letih tidak bertenaga. Ada orang yang tidak ingin
menyia-nyiakan sedetikpun waktu untuk hal yang tidak berguna, adapula orang
yang membuang waktu berjam-berjam untuk mengerjakan hal yang tidak berguna. Ya,
itulah waktu dalam dua sisi. Cerminan waktu dalam dua kepribadian manusia. Dua
sisi yang akan mengantarkan manusia pada sisi gagal atau sisi sukses dalam
kehidupan. Sisi mana yang akan dipilih, akan mempunyai resiko tersendiri. Menurut
Mario Teguh, jika saat ini dihabiskan untuk berleha-leha maka sebenarnya sedang
membangun kehancuran di masa depan. Sebaliknya, jika saat ini sedang bekerja
keras dan bijak memanfaatkan waktu, maka sedang membangun kesusksesan di masa
depan.
Dalam situasi terdesak, seringkali
kita baru menyadari betapa berartinya waktu meskipun hanya satu menit.
Contohnya ketika kita akan naik kereta api. Waktu satu menit yang tersisa akan
terasa begitu berharga karena akan menyelamatkan kita dari ketinggalan kereta. Contoh
lainnya adalah ketika kita selamat dari kecelakaan yang tinggal sepersekian
detik akan terjadi. Di saat-saat seperti itulah seringkali kita baru mendapatkan
hidayah betapa waktu begitu berarti dalam hidup.
Ada banyak cara yang Allah gunakan
untuk menyadarkan manusia tentang pentingnya menggunakan waktu dengan baik. Penyesalan
yang Allah kirimkan ke hati manusia setelah sadar akan kehilafan menyia-nyiakan
waktu, merupakan salah satu cara Allah agar manusia banyak bermuhasabah.
Penyesalan yang muncul karena hidayah Allah itu dapat berupa apapun dan
kapanpun sesuai kehendak-Nya.
Beberapa hari yang lalu, hidayah
Allah itu juga singgah kedalam
sanubariku melalui sebuah film yang ku tonton. Ya, hobiku menonton film yang
sebenarnya memboroskan waktu, ternyata dimanfaatkan oleh Allah sebagai sarana
untuk mengirimkan cinta-Nya padaku. Film yang ku tonton itu berjudul “1 Litre
of Tears” atau “1 Liter Air Mata”, merupakan film yang diangkat dari kisah
nyata seorang gadis bernama Ikeuchi Aya dari Jepang. Cerita film ini juga
pernah di tiru oleh sinetron Indonesia yang berjudul “Buku Harian Nayla”. Alur
cerita ini sebenarnya bukan hal baru lagi, yaitu tentang seseorang yang terkena
penyakit ganas sehingga umurnya tidak akan lama lagi. Namun, tetap saja apabila
kita menghayati cerita, maka sekuat apapun air mata ditahan, akhirnya pasti
akan menetes juga. Air mata yang mengiringi terbangunnya kesadaran mengenai
betapa berharganya waktu.
Hal yang paling membuatku tersentuh
dari film itu adalah melihat perjuangan Ikeuchi Aya yang tetap berjuang melawan
sakitnya meskipun ia tahu kesembuhan hanya sebatas mimpi. Ia menggunakan
waktunya yang terbatas untuk berkarya, karena ia ingin menjadi orang yang
berguna untuk orang lain. Melalui semangat yang ia goreskan melalui tinta, ia
akhirnya mampu mewujudkan keinginannya. Perjuangannya untuk terus menulis
ditengah serangan penyakit yang terus menggerogoti fisiknya akhirnya tidak
sia-sia. Catatan yang ia tulis dalam buku hariannya dierbitkan menjadi buku
yang sudah tejual sampai puluhan ribu eksemplar dan tersebar di berbagai
belahan dunia. Buku yang mampu memberikan stimulus untuk para pembacanya agar
tidak mengenal kata putus asa dalam hidup. Kisah hidupnya yang mengaharu biru
telah diangkat menjadi film yang mampu menghipnotis para penonton sehingga tak
kan kuasa menangis karena menyadari betapa banyak kenikmatan hidup yang telah
disia-siakan. Ia meninggal dengan meninggalkan sesuatu yang dapat menjadi hal
yang berguna untuk orang lain. Sehingga meskipun ia telah tiada, namun sosoknya
akan tetap hidup sebagai sosok yang mampu menjadi inspirasi berjuta orang di
dunia.
Film itu juga membuatku termenung.
Ketika aku kelak pergi dari dunia ini, karya apa yang akan aku tinggalkan agar
aku tetap dikenang? Apakah namaku akan terkubur lalu dilupakan seiring dengan
gundukan tanah yang mengubur jasadku? Tidak! Aku ingin meninggalkan sesuatu
yang juga bisa bermanfaat untuk orang lain. Tapi... apa bisa? Mengingat aku
juga masih sering berleha-leha hidup di dunia ini. Menunda untuk mengerjakan
hal yang bermanfaat, padahal waktu yang tersisa siapa yang tahu? Kematian
senantiasa mengintai, namun sandiwara kemerlap dunia selalu mampu mengalihkan.
Memang tidak mudah untuk berubah,
namun bukan berarti tidak mungkin. Kita hanya perlu memulai, lalu membiasakan
dan mempertahankan perubahan tersebut. Waktu selalu memberikan pilihan, jalan
mana yang akan kita ambil. Jalan yang penuh ketidaknyamanan atau bertahan di
zona nyaman. Islam telah memberikan petunjuk mengenai jalan yang harus dipilih
manusia dalam memanfaatkan waktu. Selain surah Al-‘Asr diatas, kita juga dapat meliahat hadis Riwayat Tabrani dan Daruquthini yang
artinya “Dan sebaik-baik manusia adalah
manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya.” Kita dapat menarik
kesimpulan dari hadis tersebut bahwa hidup yang kita jalani harus memberikan
maanfaat untuk orang lain. Sehingga waktu yang diberikan Allah kepada kita
tidak berlalu begitu saja, tetapi menyisakan karya yang tidak akan lekang oleh
zaman dan tetap membekas di hati manusia lainnya.
Komentar
Posting Komentar