Langsung ke konten utama

Amanah yang Seringkali Ku Lupakan



         Terkadang aku hanya bisa menatap deretan target hidup yang kupajang di dinding kamar kosanku. Jika raga ini sudah terlanjur letih, maka semua kobaran semangat itu seolah mulai padam, berganti dengan keluh kesah yang tak kunjung lelah terucap. Terkadang, aku berfikir? Untuk apa aku ada disini? Ini kehidupan yang tak pernah aku bayangkan. Ini kehidupan yang tak pernah sebersitpun aku impikan. Jauh dari keluarga, sahabat, saudara dan kampung halaman. Terjebak ditengah hiruk pikuk metropolitan. Dihimpit oleh gedung-gedung pencakar langit yang menunjukan semakin dinamisnya perubahan.
            Dulu... ketika pakaian putih abu masih melkat di badanku, yang kupikirkan hanyalah berada di suatu tempat yang bisa menghasilkan uang. Yang ku bayangkan, aku bisa memberikan uang itu kepada orangtua dan adik-adikku. Membantu menjadi tulang punggung keluarga, dan meringankan beban berat yang selama ini diarasakan kedua orang tuaku. Ku perjuangkan nilai sekolah, bukan untuk memenuhi kualifikasi masuk ke perguruan tinggi, hanya berharap nilai itu bisa membantuku meraih pekerjaan yang ku impikan. Tak pernah ku bermimpi, selepas SMA akan ku langkahkan kaki menuju gerbang perguruan tinggi, apalagi perguruan tinggi negeri. Namun... takdir kehidupan memang hanya sang kuasa yang menentukan. Aku?! Tak berhak untuk mengatur semua skenario kehidupan sesuai kehendak hati. Apa dayaku, ketika dengan mudahnya sang Khalik mengubah semua paradigma ku dan memberanikan diri untuk menuliskan niat di sudut hatiku, “AKU HARUS BISA MASUK KE UNIVERSITAS SEPERTI ANAK-ANAK LAIN!!!”
            Namun.... seringkali aku lupa pada tujuanku. Semua seolah semakin mudah teralihkan. Aku kadang terjebak oleh kesenangan semu yang menggairahkan. Ku habiskan waktu senggang hanya untuk kegiatan tak karuan. Aku mencari kesenangan yang bisa mengalihkan semua kepenatan. Aku tunduk pada rasa malas yang begitu memanjakan. Diri ini terlalu lemah untuk sekedar melawan, hingga tujuan hidup yang ku tuliskan hanya sebatas impian tanpa tindakan. Namun, adakalanya hati nurani berontak untuk menyadarkan. Dan malam ini, sengaja aku tuliskan. Agar berontakan ini dapat terus ku ingat dan menjadi kekuatan disaat diri ini berada dalam titik kelemahan.
            Aku berada disini karena cinta yang begitu besar. Cinta dari orang-orang yang menaruh harapan padaku. Mereka yang selalu ada untuk menyadarkan diriku, bahwa masih terlalu dini untuk bersantai ria, karena begitu banyak amanah yang harus ku tunaikan. sehingga mampu membuat diri ini merasa malu, mangapa tega aku hianati amanah itu.
            Setahun yang lalu, aku masih ingat dengan jelas, betapa gembiranya kedua orang tuaku mengetahui aku lulus masuk UPI jurusan PKn. Pancaran kebahagiaan yang memperkaya kebahagiaanku. Walaupun aku tahu... mungkin aku belum sepenuhnya bisa menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Aku tahu, meski tak mereka ucapkan. Mungkin di lubuk hati terdalam, mereka berharap aku bisa masuk ke ITB, UI, atau UGM. Mungkin mereka berharap aku bisa menjadi ahli science, yang bisa masuk ke fakultas FPMIPA. Hingga mereka bisa dengan bangga menceritakannya pada orang lain. Setiap orang tua pasti sangat bangga jika anaknya bisa masuk ke universitas ataupun jurusan yang tak semua orang bisa menembusnya. Tapi... maafkan anakmu ini. Aku tak mampu. Aku tak sanggup jika harus berurusan dengan rumus, karena disinalah kemampuanku. Aku akan berjuang di dunia sosial. Sama seperti ketika di SMA, aku tahu kalian berharap aku masuk IPA, tapi maaf... jiwa ku di IPS... Dulu aku bisa membuktikan bahwa pilihan ku tidak salah, dan kini aku akan berusaha untuk membuktikan itu kembali. Aku mungkin tidak bisa memakai jas lab kebanggaan orang-orang scientis itu, tapi aku akan berusaha mencari sendiri kebanggaan itu. Hingga suatu hari, aku bisa mengobati kekecewaan itu dengan caraku, melalui jalan yang telah kupilih  ini...
            Aku masih ingat harapan kalian kepadaku. Ibu bilang ingin meliahat anaknya bisa lulus menjadi sarjana terbaik, dan ayah bilang ingin melihatku menajadi seorang ibu guru. Kalian selalu mendoakan agar aku bisa belajar dengan giat. Bahkan ayah tak henti-hentinya mengingatkan agar rajin berkunjung ke perpustakaan dan banyak-banyak membaca buku. Harapan kalian tak hanya sekedar ucapan, tapi didukung oleh usaha yang begitu gigih untuk memperjuangkan segala kebutuhan anaknya. Uang?! mereka selalu berusaha mencarinya sesulit apapun itu. Meski harus mengorbankan segala keinginan, tapi mereka ikhlaskan demi buah hati tersayang.
            Adik-adikku yang bandel tapi kurindukan, maafkan kaka mu ini karena telah banyak mencuri perhatian ibu dan ayah. Kaka tahu, terkadang kalian iri, karena ibu dan ayah selalu memprioritaskan kaka daripada kalian. Kaka tahu terkadang kalian mengeluh, kenapa selalu kaka yang mendapatkan segala keinginannya. Tapi, kalian memang adik-adik yang luar biasa. Seolah tak pernah terbersit marah dan tetap menyambut kakamu ini dengan senyuman. Maaf, tapi kaka janji suatu saat akan mengobati rasa iri kalian itu. Kelak, kaka yang akan menggantikan posisi ibu dan ayah, yang akan memenuhi semua kebutuhan kalian untuk menggapai mimpi kalian.... Hingga kalian bisa merasakan kesempatan yang kaka rasakan.
            Mengingat keluarga memang menimbulkan semangat luar biasa. Mampu membuat semangat kembali ada dan tekad kembali ku genggam erat. Aku kini mengerti mengapa aku lahir dari keluarga sederhana ini. Karena disinilah aku bisa lebih memaknai apa itu cinta, perjuangan, pengorbanan, kerja keras, kebahagiaan, dan mengajarkanku apa itu makna bersyukur. Ya... aku bersyukur memiliki mereka, karena tanpa mereka aku tak kan jadi apa-apa. Aku bersyukur, karena berada di tengah keluarga yang selalu mendukung keinginan anaknya, meskipun sesulit apapun hambatan di depannya.
            Selain amanah dari keluarga, aku juga mempunyai amanah lain yang tak kalah besarnya. Amanah dari negara, pemerintah dan berjuta masyarakat Indonesia. Aku berada disini, menuntut ilmu di tempat ini, juga karena restu dari mereka, melalui beasiswa bidikmisi yang ku dapatkan. Ya, beasiswa yang ku dapat melalui penantian, yang sempat membuatku terombang ambing menanti jawaban, sebelum akhirnya bisa benar-benar ku dapatkan. Aku sangat bersyukur, karena beasiswa inilah harapan terbesarku untuk bisa terus menuntut ilmu di universitas ini.
            Bulan Maret lalu, aku dan teman-teman penerima beasiswa bidikmisi menerima surat dari pemimpin tertinggi negara ini. Surat khusus dari bapak presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang ditujukan kepada kami, para penerima amanah negara. Bagaimana rasanya?? Tentu sangat bahagia. Seorang pemimpin negara yang begitu memperhatikan anak-anak bangsanya. Surat itu hanya berisi 5 paragraf, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Kata-katanya sederhana, namun mampu menyadarkan kami, mahasiswa penerima bidikmisi—khususnya yang aku rasakan—menjadi sadar, bahwa kami mengemban amanah rakyat, sehingga tak ada kesempatan untuk memberikan ruang bagi kemalasan.
            Rangkaian indah kata-kata di surat tersebut yang mampu membuatku berpikir dan merenung adalah: “saya berharap kalian semua mutiara-mutiara Indonesia yang insya Allah, menjadi putra-putri terbaik, akan menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Teruslah belajar dengan gigih. Raihlah prestasi setinggi-tingginya. Negara menunggu karya dan pengabdian kalian semua untuk membawa Indonesia menuju masa keemasan dan kejayaan. Saya ingin pada saatnya nanti, ikutlah mengubah jalannya sejarah. Bayar dan tebuslah apa yang negara berikan kepada kalian semua, dengan cara ikut berjuang mengurangi kemiskinan, keterbelakangan, dan ketertinggalan sebagaimana saya sendiri dan anak-anak pernah mengalami situasi itu di masa silam. Hanya dengan cara itulah, negeri ini akan terus bergerak maju, menuju Indonesia yang makin adil, makin aman, makin demokratis, dan makin sejahtera.”
            Ya... indah dan menyentuh sekali kata-kata itu. Suatu saat, aku harus membayar apa yang telah negara berikan. Melalui uang pajak dari rakyat dan anggaran yang telah pemerintah saluran kepada aku dan penerima bidikmisi yang lainnya, kami harus mampu berkontribusi untuk negara di suatu hari nanti. Kami juga harus mempertanggung jawabkan amanah ini kepada anak-anak bangsa lain, yang nasibnya tidak seberuntung kami. Mereka yang tak bisa merasakan pendidikan, karena harus berjuang untuk menyambung hidup di jalanan, tempat kumuh, pedalaman, dan tempat-tempat lainnya yang menjauhkan mereka dari impian meraih pendidikan. Ya... kami harus malu kepada mereka, karena mereka telah mempercayakan amanah itu kepada kami. Amanah dari mereka untuk mengubah wajah pendidikan bangsa ini menjadi lebih baik. Agar kelak, kesempatan indah untuk meraih pendidikan, dapat dirasakan oleh semua penduduk di negeri pertiwi ini, tanpa diskriminasi, tanpa penderitaan, tanpa kekecewaan, tanpa rasa iri, tanpa kepedihan. Semua melebur dalam satu kesempatan yang sama.
            Dulu... aku masih egois. Hanya berpikir untuk diriku sendiri. Namun kini, kehidupan telah menjadi guru yang menyadarkanku. Aku harus mulai bergerak menjadi orang yang dapat memberikan sesuatu untuk orang lain. Status mahasiswa ini, harus ku manfaatkan dengan baik!!! Bukan hanya untuk mencari gelar, pekerjaan dan kekayaan, tapi untuk memberikan sebauh kemajuan untuk tanah air dimana aku dilahirkan.
            Ya... saat ini aku memang masih sering kalah oleh kemalasan, menejemen waktu yang berantakan, ketakutan, keputus asaan, dan keragu-raguan. Namun aku yakin, itu tak kan lama. Meski aku harus terjatuh berulang kali untuk mengalahkannya, aku akan terus berusaha untuk bangkit kembali. Aku kini mempunyai satu kekuatan, yang akan menjadi senjata untuk ku taklukan segala hambatan dan godaan yang sering menghadang. Kekuataan cinta, dari mereka yang telah memberika cinta itu kepadaku. Terima kasih, aku akan berusaha membalas cinta itu dengan cinta yang lebih indah. Bismillah... semoga aku bisa ^_^

Komentar

Popular post

makalah emotional intelligence

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang             Kecerdasan intelektual seringkali menjadi ukuran sebagian besar orang untuk meraih kesuksesan. Banyak orang berpikir, dengan kemampuan intelektual yang tinggi, seseorang bisa meraih masa depan yang   cerah dalam hidupnya. Tidak heran, banyak orang tua selalu menekankan anaknya untuk meraih nilai sebaik mungkin agar kelak memiliki masa depan yang cemerlang. Sistem pendidikan di negara kita yang lebih menekankan pada prestasi akademik siswa atau mahasiswa juga semakin mendukung argumen tersebut. Padahal kenyataannya, kecerdasan intelektual bukanlah hal mutlak yang dapat menjamin kesuksesan seseorang.             Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa orang yang ber-IQ tinggi justru banyak yang mengalami kegagalan dalam karirnya. Sedangkan orang yang ber-IQ sedang justru dapat lebih sukses dari orang yang ber-IQ tinggi. Hal itu disebabkan karena ada satu kecerdasan yang lebih berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseoran

BOOK REPORT FILSAFAT MORAL

BAB   I PENDAHULUAN 1.1   Identitas Buku Judul buku       : Filsafat Moral Penulis                : James Rachels Cetakan              : ke enam Tahun terbit      : 2013 Penerbit              : Kanisius, Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55011 Halaman             : 394 lembar Harga                 : Rp. 52.000,00 Penerjemah       : A. Sudiarja 1.2   Latar Belakang Penulisan Persoalan-persoalan amoral dewasa ini dinilai semakin memprihatinkan. Banyak kalangan masyarakat yang berperilaku melawan aturan-aturan moral. Aturan yang semula ditaati demi terciptanya keteraturan sosial, kini dengan mudah ditentang oleh banyak kalangan. Perbuatan amoral seolah menjadi hal lumrah di masyarakat. Keteraturan sosial semakin jauh dari harapan. Perubahan zaman yang diwarnai dengan arus globalisasi dan modernisasi merubah segala etika dan aturan moral menjadi sesuatu yang kuno, sehingga banyak kalangan yang meninggalkannya. Degradasi moral yang melanda generasi m

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

A.     Pendahuluan Bahasa merupakan   alat komunikasi yang penting   agar manusia dapat saling berinteraksi dan berbagi informasi dengan manusia yang lain. Bahasa ada yang digunakan secara lisan, adapula yang digunakan dalam bentuk tulisan. Bahasa melengkapi anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Melalui bahasa, manusia dapat terus mengembangkan kemampuan menalar yang dimilikinya. Kemampuan menalar tersebut sangat penting untuk mengembangkan kemampuan manusia agar terus berkembang kearah kemajuan. Hal itulah yang membuat perkembangan manusia cenderung dinamis. Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia, maka penggunaan bahasa harus benar agar dapat dimengerti oleh manusia lain dan tidak menimbulkan kesalah pahaman, terutama dalam penggunakan bahasa tulisan. Dalam menulis, manusia tidak bisa sekehendak hati, tetapi harus mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Di Indonesia, aturan menulis harus sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Penetapan atur