- PENDAHULUAN
Setelah mempelajari berbagai seluk
beluk sosialisasi, maka pada bahasan kali ini akan memberikan penjelasan
menegenai paradigma sosiologi. Paradigma
ini akan memberikan penjelasan mengenai pokok persoalan yang dipelajari
dalam sosiologi. Paradigma ini mencakup teori-teori, metoda-metoda, dan
instrumen-instrumen yang ada dalam sosiologi. Jika kita sudah memahami
konsep-konsep dasar yang akan dikupas dalam sosiologi, maka kita tidak akan
mengalami kesulitan yang berarti ketika mendalami ilmu sosiologi.
Ada tiga paradigma sosiologi yang
perlu dipahami yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial dan
paradigma perilaku sosial. Setiap paradigma memiliki pusat perhatian yang
berbeda dalam mengkaji objek sosiologi. Setiap teori memiliki persamaan dan
perbedaan masing-masing. Suatu teori muncul untuk melengkapi, bahkan untuk
menentang teori yang lama. Para penganut masing-masing teori memiliki
pandangannya masing-masing yang menjadi landasan keyakinan mengenai kebenaran
teori yang mereka kemukakan. Walaupun terdapat pertentangan diantara
masing-masing teori, namun pada intinya tetap membahs mengenai pola kehidupan
manusia yang dipenuhi konflik, tindakan sosial, nilai dan norma, dan
keteraturan sosial.
Teori-teori yang ada memiliki objek
kajian khusus yang mereka pelajari. Kita dapat menelaah masing-masing teori
untuk menilai kelebihan dan kekurangan masing-masing teori. Pada dasarnya,
setiap teori ingin memberikan penjelasan yang tepat mengenai kajian sosiologi.
Dengan mempelajari teori-teori yang ada, kita dapat memahami sosiologi lebih
mendalam. Pengetahuan kita akan lebih terbuka mengenai beragam persoalan yang
dijadikan kajian oleh para ahli.
B. SUBSTANSI RANGKUMAN
D.Teori
Salah seorang ahli sosiologi ternama,
George Ritzer (1975) menjelaskan bahwa sosiologi memiliki beberapa paradigma.
Paradigma menurut pandangannya adalah pandangan yang fundamental tentang apa
yang menjadi pokok persoalan (subject-matter)
disiplin tertentu. Paradigma menggolong-golongkan, mendefinisikan, dan
menghubungkan teori-teori, metoda-metoda, dan instrumen-instrumen yang ada di
dalamnya. Ada tiga paradigma sosiologi yang pelu dipahami unruk memahami
berbagai persoalan pokok dalam disiplin sosiologi, yaitu paradigma fakta
sosial, paradigma definisi sosial, dan pardigma perilaku sosial.
1. Paradigma Fakta Sosial
Pokok
persoalan sosiologi adalah fakta-fakta sosial, yakni barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Menurut
Emile Durkheim, fakta sosial terdiri dari:
1.Dalam bentuk material: barang sesuatu yang dapat
disimak, ditangkap, dan diobservasi.
2.Dalam bentuk non material : barang sesuatu yang
dianggap nyata (external) yang
merupakan fenomena yang bersifat inter subjective yang hanya dapat muncul dari
dalam kesadarn manusia.
Secara
garis besaenya fakta sosial dibedakan
kedalam dua tipe, yakni stuktur sosial (social
stucture) dan pranata sosial (social institution). Secara lebih
terinci fakta sosial terdiri atas kelompok, kesatuan masyarakt tertentu (societies), sistem sosial, status,
peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan, dan sebagainya. Ada empat varian
teori yang tergabung dalam paradigma fakta sosial yaitu teori fungsionalisme,
teori konflik, teori sisitem, dan teori sosiologi makro. Dari keempat varian
teori tersebut yang paling dominan adalah teori fungsionalisme struktural dan
teori konflik yang akan diuraikan sebagai berikut:
a.Teori Fungsionalisme Struktural
Teori
ini menekankan keteraturan sosial (social
order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakt. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten,
fungsi manifest, dan keseimbangan (equilibrium).
Tokoh utama teori ini, yaitu Talcott Parson, memandang masyarakat sebagai suatu
sistem yang terdiri atas bagian-bagian atau
elemen-elemen yang satu sama lain saling berhubungan dan menyatu dalam
keseimbangan. Oleh karena itu, perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh
pada bagian atau elemen lain dan pada akhirnya akan berpengaruh pada sistem
secara keseluruhan. Perubahan pada
masyarakat menurut teori ini berlangsung secara perlahan (evolusi). Para penganut teori ini
berkecenderungan untuk memusatkan perhatian pada fungsi dari suatu fakta sosial
terhadap fakta sosial lainnya.
Fungsi
adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian
dalam suatu sistem sosial. Salah seorang ahli teori Fungsionalisme Struktural
yakni Robert K.Merton mengobservasi bahwa sebagaimana struktur sosial dan
pranata sosial dapat menyumbang terhadap pemeliharaan fakta-fakta sosial
lainnya, senaliknya juga dapat menimbulkan akibat-akibat yang bersifat
negatif. Suatu pranata atau institusi
dapat fungsional bagi suatu unit sosial tertentu dan sebaliknya difungsional
bagi unit sosial yang lain. Robert K. Merton meiliki konsep yang disebut sifat
dari fungsi, yakni fungsi manifest dan fungsi latien. Fungsi manifest adalah
fungsi yang diharapkan (intended),
sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak diharapkan.
Para
penganut teroi fungsionalisme Struktural memandang segala pranata sosial yang
ada dalam masyarakat serba fungsional baik fungsi mani juga dnifest maupun
laten. Penganut teori ini dipandang
sebagai olongan konservatif karena mereka lebih memberikan penekanan terhadap keteraturan
(order) dalam masyarakat dan
mengabaikan konflik dan perubahan sosial.
- Teori Konflik
Dibangunnya teori konflik yang tokoh utamanya adalah Ralf Dahrendorf
menentang secara langsung pandangan-pandangan dari teori Fungsionalisme
Struktural. Konsep utama teori konflik adalah wewenang dan posisi yang
merupakan fakta sosial. Inti tesis dari teori konflik adalah bahwa distribusi
kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara
sistematis.
Secara
aktual kekuasaan itu selalu memisahkan dengan tegas antar penguasa dan yang
dikuasai. Sehingga didalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling
bertentangan, yakni golongan yang berkuasa dan golongan yang dikuasai. Golongan
yang berkuasa sentiasa ingin mempertahankan status
quo,sedangkan golongan yang dikuasai ingin mengadakan perubahan-perubahan.
Aaspek yang memperlihatkan adanya kontras antara pandangan teori konflik dan
teori fungsionalisme struktural adalah mata rantai antara teori konflik dan
perubahan sosial.
Pierre
van de Berghe mengemukakan sejumlah fungsi dari konflik, yakni:
1.Sebagai alat solidaritas
2.Membantu menyiptakan ikatan aliansi dengan
kelompok lain
3.Mengaktifkan peranan individu yang semula
terisolasi
4.Fungsi komunikasi
- Paradigma Definisi Sosial
Pokok
persoalan yang menjadi bahan kajian sosiologi menurut paradigma definisi sosial
adalah tindakan sosial anatar hubungan
sosial dengan inti tesisnya adalah “tindakan
yang penuh arti” dari individu. Max Weber mendefinisikan tindakan sosial
sebagai tindakan individu yang mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya
dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Ada tiga teori yang termasuk ke dalam
paradigma definisi sosial, yaitu teori aksi (action
theory), interaksionisme simbolik (simbolic
interactionism), dan fenomenologi (phenomenology).
a.Teori Aksi
Teori
aksi sepenuhnya mengikuti pemikiran Max Weber. Pengikutnya, yaitu Talcott
Parson berhasil mengembangkan teori ini sehinggaa memperoleh pengakuan yang
luas. Tindakan manusia menurut Parson memiliki empat elemen sisitem, yaitu
sistem budaya, sistem sosial, sitem kepribadian, dan sistem perilaku organisme.
Keempat sitem tersebut berada dalam suatu hubungan yang hirarki. Sistem budaya
merupakan orientasi nilai dasar dan pola normatif yang dilembagakan dalam
sistem sosial dan diinternalisasikan dalam struktur kepribadian para
anggotanya. Norma diwujudkan dalam
peran-peran tertentu dalam sistem sosial yang juga disatukan dalam struktur
kepribadian anggota sistem itu. Perilaku organisme merupakan energi dasar yang
dinyatakan dalam pelaksanaan peran dalam sistem sosial. Parsons melihat
hubungan antara berbagai sistem tindakan itu menurut kontrol sibernetika ( cybernetic control) yang didasarkan pada
arus informasi dari sistem budaya ke sistem sosial, ke sistem kepribadian, dan
selanjutnya ke sistem perilaku organisme (johnson, 1986:133).
Pelbagai sistem tindakan ini juga dihubungkan dengan keempat prasyarat
fungsional yang ditunjuk dengan skema A-G-I-L
( Adaptation, Goal Attainment, Integration, Latency). Sistem budaya
berfungsi bagi pertahanan pola tingkah laku (latency0, yang berisi tata nilai,
norma dan kaidah-kaidah sosial yang diwujudkan dalam pepatah-pepatah atau
falsafah hidup, yang semuanya mengacu pada tujuan pemeliharaan tapal batas
tertentu (boundary maintenance)
sehingga terbentuk ketahanan pola tingkah laku (Johnson, 1986:130); Wallace and
Wolf , 1986:30; Adiwikarta, 1988: 16). Dalam sistem sosial pola-pola tingkah
laku itu diaplikasikan dalam berbagai status dan peranan individu dalam
peringkat sosial (social rank), yang disertai dengan kekuasaan dan
sanksi-sanksi sosial tertentu (reward and punishment), serta ditunjang oleh
fasilitas-fasilitas yang tersedia (Bertrand, 1974:24)
Kedua
sistem tindakan beserta fungsi-fungsinya itu disosialisasikan kepada individu
melalui proses-proses komunikasi dan kontrol sibernetika, sedemikian rupa
sehingga melembaga (institutionalized)
serta membatin (internalized) yang
akhirnya mempribadi (personalized)
pada diri individu. Hal ini akan membentuk kekuatan motivasional dalam
keyakinan atau kepercayaan (belief)
dan rasa perasaan (sentiment-emotion), yang berfungsi bagi penilaian dalam
pemilihan alternatif tindakan pencapaian tujuan (goal attainment alternative). Sistem kepribadian individu
“memaksakan” organisme manusia untuk mengadaptasikan perilakunya pada perilaku
sosial yang telah menjadi kepribadiannya itu.
b..Teori Interaksionisme Simbolik
Ketika
teori aksi mandeg ditengah jalan baik secara teoritis maupun empiris, kalau
dilihat dari segi intensitas aplikasi teorinya, maka dalam keadaan kosong itu
muncul sustu perspektif baru yang kemudian menjadi kekuatan utama ilmu
sosiologi. Perspektif yang dimaksud adalah interaksionisme simbolik. Teori
interaksionisme simbolik pertama kali berkembang di universitas Chicago dan
dikenal pula sebagai aliran Chicago. Interaksionisme Simbolik adalah teori yang
paling sukar disimpulkan. Teori ini berasal dari berbagai sumber tetapi tak ada
satu sumberpun yang dapat memberikan pernyataan tunggal tentang apa yang
menjadi isi dari teori ini, kecuali satu hal, yakni bahwa ide dasar teori ini
bersifat menentang behaviorisme radikal yang dipelopori oleh J.B Watson.
Behaviorisme menunjukan, mepelajari tingkah laku manusia secara objektif dari
luar. Sedangkan interaksionisme simbolik mempelajari tindakan sosial dengan
menggunakan teknik intospeksi untuk dapat mengetahui barang sesuatu yang
melatarbelakangi tindakan sosial itu dari sudut aktor.
Bahasan
lebih lanjut mengenai substansi dari teori inteaksionisme simbolik ini
dikemukakan oleh Arnold Rose melalui asumsi dan proposisi umum sebagai berikut:
a.Asumsi 1: manusia hidup dalam lingkungan
simbol-simbol. Manusia memberikan tanggapan terhadap simbol-simbol itu seperti
ia memberikan tanggapan terhadap rangsangan yang bersifat fisik.
b.Asumsi 2: Melalui simbol-simbol manusia
berkemampuan menstimulir orang lain dengan cara –cara yang mungkin bebeda dari
stimuli yang diterimanya dari orang lain itu.
c.Asumsi 3: Melalui komunikasi simbol-simbol dapat
dipelajari sejumlah besar arti dan nilai-niali, dan karen itu dapat dipelajari
cara-cara tindakan orang lain.
d.Proposisi umum (deduksi) II: dengan mempelajari
kultur atau sub kutur, manusia dapat memprediksi tindakan antara sesamanya
sepanjang waktu dan mengeksploitasi tindakannya sendiri untuk memprediksi
tindakan orang lain.
e.Asumsi 4: Simbol, makna serta nilai-nilai yang
berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan oleh mereka dalam
bagian-bagian yang terpisah, tetapi dalam kelompok
f.Preposisi umum (deduksi0 II: individu menentukan
sendiri barang sesuatu yang bermakana bagi dirinya sendiri
g.Asumsi 5: Berpikir merupakan suatu proses
pencarian kemungkinan yang bersifat simbolis dan unttuk mempelajari
tindakan-tindakan yang akan datang
- teori Fenemonologi ( Phenomenological Sociology)
Persoalan pokok yang hendak diterangkan dalam teori ini justru
menyangkut persoalan pokok ilmu sosial sendiri, yakni bagaimana kehidupan
masyarakat itu terbentuk. Ada empat unsur pokok dalam teori ini, yaitu:
a.Perhatian terhadap aktor
b.Memusatkan perhatian kepada kenyataan yang
penting atau yang pokok
c.Memusatkan perhatian kepada masalah makro
d.Memperhatikan pertumbuhan, perubahan, dan proses
tindakan
4.Penganut Metode
Paradigma
definisi sosial cenderung mempergunakan metode observasi dalam penelitian
mereka agar memahami realitas intrasubjective dan intersubjective dari tindakan
sosial dan interaksi sosial. Tipe Teknik Observasi merupakan teknik yang paling
ringan adalah observasi yang bersifat eksplorasi. Ada empt tipe observasi,
yaitu:
- Participant observation
- Participant as observer
- Observes as participant
- Coplete observer
- ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Sosiologi memiliki beberapa paradigma.
Paradigma menurut pandangannya adalah pandangan yang fundamental tentang apa
yang menjadi pokok persoalan (subject-matter)
disiplin tertentu. Paradigma menggolong-golongkan, mendefinisikan, dan
menghubungkan teori-teori, metoda-metoda, dan instrumen-instrumen yang ada di
dalamnya. Ada tiga paradigma sosiologi yang pelu dipahami unruk memahami
berbagai persoalan pokok dalam disiplin sosiologi, yaitu paradigma fakta
sosial, paradigma definisi sosial, dan pardigma perilaku sosial.
Paradidgama fakta sosial menekankan
kepada pokok persoalan sosiologi yaitu fakta-fakta sosial, yakni barang sesuatu
(thing) yang berbeda dengan ide.
Fakta sosial terdiri dari bentuk material dan bentuk non material. Sedangkan
paradigma definisi sosial memiliki pokok persoalan yaitu tindakan sosial anatar hubungan sosial dengan inti tesisnya
adalah “tindakan yang penuh arti”
dari individu.
Ada empat varian teori yang tergabung
dalam paradigma fakta sosial yaitu teori fungsionalisme, teori konflik, teori
sisitem, dan teori sosiologi makro. Dari keempat varian teori tersebut yang
paling dominan adalah teori fungsionalisme struktural dan teori konflik. Teori
fungsionalisme menekankan keteraturan sosial dan mengabaikan konflik beserta
perubahan-perubahan sosial. Teori konflik menentang teori fungsinalisme. Teori
konflik menilai bahwa didalam masyarakat selalu ada pertentangan keinginan yang
menimbulkan konflik.
Paradigma definisi sosial memiliki
tiga teori yaitu teori aksi, interaksionisme simbolik dan fenomenologi. Ketiga
teori memiliki cukup banyak perbedaan, namun masih ada pula sejumlah persamaan.
Misalnketiganya memiliki ide dasar yang sama yang menyatakan bahwa manusia
merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosial.bahwa Teori aksi menilai
bahwa tindakan manusia memiliki empat elemen sisitem, yaitu sistem budaya,
sistem sosial, sitem kepribadian, dan sistem perilaku organisme. Teori
interaksionisme simbolik menentang behaviorisme radikal yang berpendirian bahwa
perilaku individu merupakan sesutu yang dapat diamati.
Komentar
Posting Komentar