Shalat merupakan Rukun Islam ke dua yang wajib dijalankan oleh setiap muslim. Shalat diibaratkan seperti tiang agama yang menjadi penopang amalan ibadah lainnya. Jika shalat dilaksanakn dengan benar, maka shalat dapat menjadi benteng yang kuat untuk menghindarkan kita dari perbuatan keji dan mungkar. Namun kenyataannya sebagian besar shalat yang kita dirikan hanyalah ritual ibadah semata untuk menggugurkan kewajiban. Seorang ahli hikmah berkata: "Alangkah menggelikannya orang yang mengucapkan bacaan shalat sekedar hafalan belaka, tanpa menyadari maknanya. Tidaklah hatinya mengakui bahwa shalat akan mengkilapkan hati dan memperkokoh ingatan kepada Allah Swt? Tidakkah nuraninya menyadari, bahwa pada waktu shalat jiwa kita sedang bersujud menyembah-Nya?"
Kita diharuskan untuk khusuk dalam melaksanakan shalat. Khusuk dalam shalat tersebut ditimbulkan oleh paling sedikitnya tiga keyakinan, yaitu keyakinan bahwa Allah melihat segala gerakan-gerakan hamba-Nya, keyakinan akan keagungan-Nya, serta keyakinan tentang kekurangan diri dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan-Nya. Oleh karena itulah, para ahli mengatakan bahwa khusuk adalah buah keimanan dan hasil keyakinan akan keagungan Allah Swt. Shalat yang khusuk mampu membersihkan karat-karat yang ada di hati. Bila hati telah bersih mengkilap, hidayah Allah akan mudah melekat. Orang yang khusuk adalah orang yang sangat beruntung, seperti firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusuk dalam salatnya." (Q.s Al-Mu'minun: 1-2.
Pada zaman dahulu, ketika ajaran Islam benar-benar ditegakan, orang-orang begitu khusuk dan sangat mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat. Bahkan, tidak sedikit para alim ulama yang masih khawatir ketika melaksanakan shalat, shalatnya masih belum sempurna. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a apabila datang waktu shalat, seringkali tubuhnya gemetar serta wajahnya mendadak berubah. Ketika seorang sahabat bertanya padanya mengapa demikian, beliau menjawab: "Telah tiba waktu untuk melakanakan amanah Allah yang ketika ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, mereka semua menolaknya karena khawatir tidak dapat memikulnya, tapi kini aku memikulnya." Diriwayatkan pula bahwa Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali r.a, apabila selesai berwudhu acapkali wajahnya berubah pucat pasi. pernah keluarganya menanyakan hal itu kepadanya, namun ia kemudian balik bertanya, "Tidakkah kalian tahu di hadapan siapa aku akan berdiri?"
Seorang ahli hikmah berkata, "Shalat adalah ibarat hasil karya yang dipersiapkan khusus untuk bekal di padang mahsyar nanti. Maka terpulang kepada dirinya sendiri, apakah ia akan memperindahnya ataukah memperburuknya. Bila memperindahnya, maka ia sendiri yang beruntung; dan bila memperburuknya ia pula yang akan rugi."
A. MENTAL YANG DIPERLUKAN MENUJU SHALAT KHUSUK
Mendirikan shalat khusuk memang tidak mudah. Seringkali godaan datang silih berganti sehingga menyebabkan kita tidak fokus dengan apa yang kita baca. Bahkan, jumlah rakaat yang sudah kita laksanakan juga seringkali lupa dan menjadikan kita ragu mengenai jumlah rakaat tersebut. Namun, hal itulah yang harus memacu diri kita agar terus berusaha lebih baik dalam melaksanakn shalat agar apa yang kita laksanakan tidak sia-sia. Rasulullah Saw, bersabda: "Tidak ada suatu kebaikan apapun yang dapat diperoleh seseorang dari shalatnya, kecuali hanya sekedar yang dikerjakannya dengan kesadaran."
Menurut Imam Ghazali, shalat yang dilakukan dengan "kesadaran" itu, harus mengandung paling sedikitnya enam keadaan jiwa sebagai berikut:
1. Adanya kehadiran hati, yaitu kosongnya hati dari segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Cegah hati untuk berkelana menjelajahi urusan dunia dan menghadirkan nuansa bahwa akhirat itu jauh lebih utama daripada dunia. Timbulkanlah rasa malu mengapa hati kita dapat hadir pada saat berhadapan dengan pejabat tinggi negara, dan kabur pada waktu menghadap tuhannya pejabat tinggi itu!
2. Adanya pemahaman yang mendalam, yaitu mengenai memahami makna yang diucapkan.
3. Adanya rasa takzim. Rasa takzim atau "penghormatan" ditimbulkan oleh dua jenis keyakinan, yaitu keyakinan tentang keagungan atau kebesaran Allah dan keyakinan tentang kehinaan diri. Rasa takzim ini akan menimbulkan kepasrahan, kerencanaan hati, dan kekhusukan.
4. Adanya rasa takut yang disertai pengagungan. Takut yang disertai pengagungan adalah suatu keadaan jiwa yang timbul sebagai buah dan keyakinan-keyakinan tentang besarnya kemampuan, keperkasaan, serta kekuatan kehendak Allah. Semakin mengenal sifat-sifat Allah, maka semakin bertambah pula rasa ini.
5. Adanya rasa pengharapan, yaitu mengharapkan shalatnya dapat diterima dan diberi ganjaran pahala. Nuansa ini akan lebih terasa bila seseorang itu meyakini akan kebenaran firman Allah pada waktu ia menjanjikan surga bagi mereka yang shalat, seperti yang terdapat dalam firmannya,"... dan orang yang memlihara shalatnya, mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. "(Q.s Al- Mu'minun: 9, 10, 11)
6. Adanya rasa malu, yaitu perasaan malu disebabkan kelalaian dalam mentaati perintah-perintah Nya. Keadaan ini dapat timbul dengan adanya pengakuan akan kekurang sempurnaan atau kekurang ikhlasan dalam mengerjakan perintah-perintah Nya, ataupun menyadari bahwa Allah yang selama ini telah memberi begitu banyak karunia, selalu kita kalahkan dengan urusan-urusan duniawi yang sebenarnya belum pasti akan kita peroleh.
Sebenarnya tak ada sesuatu pun yang dapat merusak shalat kecuali pikiran-pikiran duniawi yang melintas. Karena itu, obat yang paling baik untuk menghadirkan hati ialah menolak pikiran-pikiran tersebut. Carilah penyebab yang bisa mengganggu kakhusuan shalat, baik penyebab dari luar maupun dari dalam. Penyebab dari luar adalah suara yang terdengar di telinga ataupun sesuatu yang tampak di mata. Sedangkan penyebab dari dalam lebih rumit dan berat, yaitu berupa cabang-cabang pikiran duniawi sehingga tidak mampu memusatkan pikiran ketika shalat.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa untuk dapat menuju ke shalat yang khusuk, maka terlebih dahulu kita harus mengurung dengan ketat penyebab-peyebab kesibukan hati. Usahakanlah paling sedikit setengah atau sepertiga shalat itu kita lakukan dengan kesadaran, sehingga kita masih tetap dapat memperoleh pahala seperti yang disabdakan rasulullah Saw: " Adakalanya seseorang bershalat, namun tidak diterima darinya setengah atau sepertiganya atau seperlimanya, ataupun sepersepuluhnya. Sesungguhnya shalat yang diperhitungkan bagi seseorang hanyalah sekedar yang dikerjakannya dengan sadar."
B. NASIHAT IMAM GHAZALI
Berikut disampaikan nasihat dari seorang ulama besar Islam yang hidup pada akhir abad kesepuluh, yang berisi kiat-kiat untuk memperoleh shalat khusuk, yaitu:
- Pada saat mulai berdiri menghadap kiblat, yakinilah bahwa engkau kini tak sedetik pun luput dari pandangan Allah . Karena itu berdirilah dengan sikap seolah-olah engkau berada di hadapan salah seorang raja masa kini , dan menyadari bahwa kedudukan Allah melebihi raja itu!
- Sebelum takbiratul ihram hendaknya merenung sejenak membayangkan kengerian terhadap neraka dan nikmatnya surga, serta menyadari kepada siapa kita akan bersujud. Jauhkanlah hal-hal yang dapat meracuni perasaan. Kemudian, kuatkanlah niatmu untuk memenuhi dengan ikhlas perintah Allah akan kewajiban shalat serta bertekad akan melaksanakannya dengan sesemprna mungkin. Ingatlah sabda Rasulullah Saw, "Allah Swt menghadapi orang yang sedang shalat selama orang itu tidak berpaling."
- Pada waktu mengucapkan takbiratul ihram, camkanlah: jika lidahmu telah mengucapkannya, maka janganlah hatimu mendustakannya. Jika dalam hatimu masih ada sesuatu yang lebih besar dan lebih berpengaruh dari Allah Swt, maka Allah pasti menyaksikan bahwa engkau telah berdusta!
- Pada waktu membaca doa iftitah, "wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samawati wal ardla..." (kuhadapkan wajahku kepada sang pencipta langit dan bumi...), sadarilah bahwa yang dimaksud wajah disini adalah "wajah hati". Periksalah hatimu, adakah ia menghadap ke arah angan-angan kepentingan duniawi, ataukah ia menghadap Allah Sang Pencipta langit dan bumi? Hati-hatilah jangan sampai awal ucapanmu dalam munajat ini dimulai dengan bohong dan dusta !
- Dan bila engkau berkata, "hanifan musliman..." (sebagai seorang muslim yang lurus), maka ingatlah sabda Nabi Saw, "seorang muslim ialah yang membuat kaum muslimin lainnya selalu merasa aman dari gangguan lidah dan tangannya." Tekadkanlah bahwa engaku ingin menjadi Muslim yang baik dan sesalilah kesalahan-kesalahan selama ini terhadap sesama Muslim.
- Dan bila engkau mengucapkan, "Wama ana minal muyrikin..." (Dan tidaklah aku termsuk orang yang musyrik), maka bangkitkanlah perasaan bahwa ibadah kita ikhlas, bukan mengharapkan pujian dari manusia. Dan waktu mengucpkan, "Wamahyaya wamamati lillah" (hidupku dan matiku untuk Allah), maka tekadkan bahwa kehidupa di dunia ini memang hanya semata-mata untuk Allah.
- Pada waktu engkau mengucapkan ,"A'udsubillahi minasysyaithanirrajim" (aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk), maka ingatlah bahwa sekarang setan sedang bersiap-siap memalingkan hatimu dari Allah Swt agar shalatmu kacau. Karena itu pertebal kesiagaan supaya pikiran atau hati tidak melantur diperdaya setan sehingga engkau tidak memahami makna yang dibaca.
- Apabila engkau mengucapkan, "Bismillahirrahmanirrahim...", pahamilah bahwa engkau sedang mengatas-namakan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang.
- Apabila engkau mengucapkan, "Alhamdulillah....", maka hadirkanlah dalam hatimu perasaan bersyukur atas nikmat yang telah engkau peroleh. Ingat sabda Rasulullah Saw bahwa janganlah kita melihat orang yang berada diatas kita, tapi lihatlah nasib orang yang berada dibawah kita.
- Pada saat mengucapkan, "ar-Rahman ar-Rahim" (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), rasakanlah segala kasih sayang-Nya yang telah engkau nikmati.
- Apabila engkau mengucapkan,"Maliki yaumiddin...", (Sang Pemilik Hari pembalasan), maka bangkitkanlah perasaan takzim dan rasa takut dalam hatimu, karena Dia lah yang menjadi satu-satunya penguasa pada waktu Hari Pembalasan nanti. Dia lah yang akan menentukan tempatmu di surga atau neraka.
- Setelah itu, perbaharuilah keikhlasanmu ketika mengucapkan, "Iyyska na'budu" (hanya kepada-Mu kami menyembah). Dan ketika mengucapkan, "Wa iyyaka nasta'in" (dan kepada Mu kami mohon pertolongan), hadirkanlah perasaan bahwa dirimu tidak mampu mencapai sesuatupun tanpa pertolongan-Nya.
- Kemudian ucapkanlah,"Ihdinasshiratal mustaqim" dengan perasaan berserah diri dan penuh harapan Allah akan selalu mengaturkan jalan hidup kita pada jalan yang lurus.
- Pada waktu ruku, ikutilah dengan ketundukan hati kepada Allah dan merendahkan diri kepada-Nya.
- Bila mengucapkan,"sami'allahu liman hamidah" (Maha mendengar Allah akan pujian orang yang memuji-Nya), maka yakinilah bahwa Allah akan memenuhi apa yang telah kita baca.
- Kemudian iringi dengan perasaan syukur ketika mengucapkan, "Rabbana lakal hamd"( Ya tuhan kami, bagi-Mu segala puji).
- Pada waktu sujud, rasakanlah kehinaanmu sehingga ikhlas merendahkan diri meletakkan kepalamu di tempat yang paling rendah. Hadirkanlah perasaan takzim dalam menyembah ini. Ingatlah bahwa pada waktu sujud itu, seorang hamba berada paling dekat dengan Tuhannya.
Demikianlah seterusnya, setiap lisan yang diucapkan harus selalu diikuti oleh hati dengan penuh pengertian akan maknanya. Semoga kita tidak termasuk kategori orang yang dimaksud dalam sabda Rasulullah Saw berikut: "Banyak orang yang mngerjakan shalat, sementara bagian yang didapat dari kerjanya adalah lelah dan payah."
Sumber: disadur dari buku Renungan Kalbu hal. 148-154
Komentar
Posting Komentar