Senja
yang begitu indah. Matahari mulai menenggelamkan diri ke peraduannya. Namun,
aku masih disini. Dijalanan kota sambil memegang beberapa map berisi proposal
kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kepenulisan yang aku ikuti. Aku tak
sendiri disini, ada ka Tio yang menemaniku. Aku dan ka Tio ditugaskan sebagai divisi hubungan masyarakat
(humas) yang bertugas menyebarkan proposal ke pihak-pihak yang kami targetkan
dapat memberikan sumbangan dana untuk acara yang akan diadakan oleh UKM
kepenulisan. Tidak sulit untuk bekerjasama dengan ka Tio. Kebetulan kita satu
jurusan dan sudah saling mengenal sebelum berada dalam satu UKM yang sama.
“Berapa proposal lagi Ran?” tanya ka
Tio ketika kami berhenti di trotoar jalan untuk beristirahat sebentar.
“ada 5 lagi ka.” Jawabku setelah
menghitung jumlah proposal yang ada.
“Alhamdulillah ya. Tapi kayanya kita
lanjutin besok aja ya. Udah mau malem
Ran. Kamu juga pasti cape kan? Seharian keliling Bandung. Haha..”
“ia ka. Kaka juga cape kan. Besok
jam berapa ka?”
“Kaka beres kuliah abis duhur Ran.”
“Sama aku juga ka. Kaka di ruang
berapa kuliahnya?”
“Ruang 5 Ran, tapi yang di lantai
6.”
“Ah, aku di lantai 4 ka. Ya udah
ketemu di taman fakultas aja ya ka.”
“Ok Ran. Ya udah, kaka anterin kamu
pulang ya ke kosan. Kaka harus mastiin kamu pulang dengan selamat. Hehe..”
“makasih ka.”
“yu, pake helm lagi, kita pulang
sekarang nanti kemaleman.”
Udara dingin mulai terasa ketika
kami melanjutkan perjalanan. Namun, aku tetap menikamati perjalanan ini. Rasa
nyaman ini… selalu hadir apabila aku dekat dengan ka Tio. Ia sosok kaka tingkat
yang begitu baik dan perhatian pada adik tingkatnya. Aku pertama mengenalnya
ketika kami sering bertemu dalam acara-acara himpunan di jurusan. Namun
keakraban kami baru semakin erat akhir-akhir ini setelah aku mengikuti UKM yang
sama dengan ka Tio.
Tidak terasa motor ka Tio sudah tiba
di gerbang kos ku. Kami berbincang sebentar sebelum ka Tio pamit pulang. Kami
harus beristirahat untuk melanjutkan tugas esok hari. Namun.. bukannya tidur,
justru aku tidak bisa terlelap. Bayangan ka Tio entah mengapa menghiasi
pikiranku. Seharian bersama ka Tio, pergi berdua kesana kemari, dengan segala
perhatiannya yang menyelingi letihnya perjalanan kami, menimbulkan rasa aneh dalam jiwaku. Rasa yang
sudah lama tak pernah ku rasakan. Namun, segera ku tepis semua asa yang
bergejolak.
“Ah… ini Cuma rasa kagum doang.
Bentar lagi juga ilang. Ayolah tidur kiran…” gumamku pada diri sendiri.
Aku tak ingat bagaimana akhirnya aku
bisa tertidur. Yang ku tahu, hangatnya mentari tiba-tiba sudah menerangi kamarku. Menyapaku agar segera
bangkit dan kembali menaklukan hari. Sebelum bersiap-siap untuk mandi, kulihat
HP sesaat. Aaaahhhh…!!!! Ingin rasanya aku berteriak histeris saat ku melihat
pesan dari ka Tio di layar HP ku.
“Hey
Ran… ayo bangun! Tetep semangat ya, kaka tahu kamu masih cape. Mau bareng ga ke
kampusnya? Biar kamu ga cape jalan kaki. Hehe… “
“mau engga ya.. mau engga ya… haha..
Ya Allah pagi-pagi gini udah dapet anugerah. Haha…”
“udah
bangun ka :p. ia sip, kaka juga ya. Hari ini kita berjuang lagi nyebarin
proposal. Ga usah ka, nanti ngerepotin kaka. Aku udah biasa jalan kok.” Balasku.
Lama aku menanti namun tak kunjung ada balasan.
Akhirnya ada sebersit kekecewaan yang muncul.
Sudahlah, tak berharap ka Tio akan membalasnya
lagi. Ku putuskan untuk segera bersiap-siap ke kampus daripada terlambat.
Namun… rasa kecewaku terobati. Ketika ku bersiap untuk
berangkat, sms ka Tio yang kun anti akhirnya hadir di HP ku.
“Ran
udah berangkat? kaka udah ada di depan kosan kamu.”
“Wah?
Seriusan ka? Belum ka, bentar lagi aku turun ke bawah.”
“Oke,
emm.. cewe, jam segini masih dandan ya.. haha”
“Haha..
kaka so tahu. Aku udah siap ko.”
Ketika
ku menuruni anak tangga, senyum ka Tio
sudah menyambutku. Ya Allah… ingin rasanya aku
pingsan melihat pesonanya yang luar biasa. Betapa indah makhluk
ciptaanmu ini.
“Ayoo naik, berangkat bareng aja.
Kaka males berangkat sendirian. Haha”
“haha.. bukannya biasanya juga
berangkat sendiri. Hehe…”
“hehe.. udah ah ayoo naik”
Ah.. pagi ini terasa begitu indah.
Meskipun badan ini masih letih akibat
melalang buana kemarin, namun ka Tio seolah menjadi obat pemulih semangatku.
Bila ingin meminta, andai jarak kampus lebih jauh, sehingga aku bisa lebih lama
menikmati suasana pagi ini dengan ka Tio
“Makasih ya ka udah nganterin.”
Ucapku ketika kami telah tiba.
“Sama-sama maksih juga mau bareng ke
kampus.”
“Kaka mau ke kelas sekarang?”
“Ia. Bareng aja kalau kamu juga mau
ke kelas sekarang.”
“Ia aku juga mau langsung ke kelas.”
Yes!!! Hatiku langsung menari-nari.
Ya Allah… mimpi apa aku semalam bisa berjalan beriringan dengan ka Tio?.
Senyumku semakin mengembang manakala sepanjang
jalan menuju ke kelas ka Tio bergurau penuh keceriaan. Terkadang ada nasehat
bijak yang ia selipkan dalam gurauannya tersebut. Itulah yang semakin membuat
rasa kagum ini semakin dalam di hatiku. Bahkan mungkin semakin bermekaran
hingga menumbuhkan benih-benih cinta.
Kami berpisah di lantai 4, ka Tio
melanjutkan langkah kaki menaiki anak tangga ke lantai 5. Kami tadi naik lift
karena deretan antrian mahasiswa sudah panjang di depan pintu lift. Hihihi…
keadaan tidak mengenakan yang ku syukuri. Olahraga naik tangga pun tak mengapa
jika ada ka Tio yang menemaniku.
“Kamu kemarin pulang jam berapa
Ran?” pertanyaan Isma membuyarkan lamunanku.
“Eh.. anu.. itu.. jam setengah 7
Is.” Aku gelagapan menjawabnya.
“ckckck… pagi-pagi udah ngelamun.
Kemarin kesambet apaan neng? Bahagia banget kayanya. ”
“Kesambet kaka 3 huruf Is. Haha…”
“Ha?! Kaka 3 huruf? Siapa Ran?”
“hehe… itu ketua divisi humas di UKM
kita. Haha…”
“Hah?! Ka Tio maksud kamu? Cie.. ada
yang lagi lope..lope.. nih! Haha..”
“sssttt… jangan keras-keras juga
kali. Kamu kaya mau bikin sayembara
aja.”
“haha… maaf maaf.. eh cerita dong
gimana cerita dong kemarin ngapain aja? Pasti ada sesuatu ampe kamu bisa lope
lope ke ka Tio.”
Aku pun menceritakan rentetan cerita
yang kualami bersama ka Tio. Terkadang Isma berkata Wah.. Oh.. Ya ampu.. so
sweat.. atau tepuk tangan sendiri untuk merespon ceritaku. Curhatanku berakhir
ketika jam kuliah sudah di mulai. Semua perasaan indah yang kurasakan membuat semangatku
untuk belajar naik 180 derajat. Ah cinta… cinta…
Seusai jam kuliah sesuai janji kemarin aku menunggu
ka Tio di taman fakultas. Penantian menunggu datangnya kaka idolaku membuat
hati ini berdebar tak karuan. Padahal sebelumnya, aku cuek-cuek saja bila
bertemu dengan ka Tio.
”maaf Ran, lama nungguin ya? “
“engga ka, aku juga baru nyampe.”
“Oh.. berangkat sekarang?”
“ayo”
Petualangan kami sebagai penyebar
proposal dimulai kembali. Jika boleh jujur, awalnya aku tidak mau ketika
ditugaskan di bagian humas. Aku paling tidak bisa “berbicara” di hadapn orang.
Aku takut mereka tidak tertarik dengan
apa yang aku utarakan. Namun kini, aku menikamtinya. Ka Tio selalu meyakinkan
bahwa aku bisa dan harus melawan semua ketakutanku. Ya.. semua karena ka Tio…
Tidak terasa hari sudah sore.
Perjalanan kami terhenti karena hujan tiba-tiba turun begitu deras. Untungnya semua
proposal sudah kami sebar. Kami berteduh di sebuah tempat makan sembari mengisi
perut yang sedari tadi bernyanyi riang karena lapar. Aku sedikit menggigil
karena hujan yang semakin deras. Aku lupa memakai jaket karena tadi pagi
terlalu bahagia sudah ditunggu ka Tio di depan gerbang kos. Melihat gelagatku
yang mulai menggigil, iba-tiba ka Tio memberikan jaketnya kepadaku.
“Pake jaket kaka aja.” Ujarnya
sembari memakaikan jaketnya kepadaku.
“Tapi ka… “
“udah jangan tapi..tapian. Nanti
kamu sakit. Kaka kan cowo, jadi pasti kuat.”
Ah… hari ini benar-benar bahagia
sekali. Aku memakai jaket ka Tio. Setahuku, ini merupakan jaket favoritnya yang
sering ia pakai. Jaket itu begitu ampuh mengusir rasa dingin yang sebelumnya
menyergapku. Namun… tiba-tiba saat ku memasukkan tanganku ke jaket, ada benda
yang terselip di dalamnya. Ketika kukeluarkan, ternyata sebuah foto. Foto… ya,
foto yang membuat dadaku sedikit sakittt… foto ka Tio dengan wanita cantik yang
tampak begitu mesra. Pancaran kebahagiaan bisa terlihat dari senyum mereka yang
mengembang.
“ka maaf.. ini ada foto di jaket
kaka…” ucapku dengan suara yang kecil. Berat untuk mengucapkan kalimat itu…
“Oh ia… hehe makasih ya. Sini
fotonya.. untung kamu ingetin kaka. Kaka bisa stress kalo foto ini ilang.
Haha..”
“cie… kaka.. itu pasti foto pacar
kaka ya? Mesra banget keliatannya.” Ya Allah.. ingin rasanya aku menangis
mengucapkan kata itu.
“Buka Ran. Dia mantan pacar kaka
yang insya Allah jadi istri kaka.. Hehe..”
“Hah?! Calon istri kaka?!” aku
begitu tak percaya mendengarnya.
“ia Ran, kami pacaran sejak kelas 1
SMA. Ketika kelulusan kami memutuskan untuk putus. Ada hidayah yang Allah kirimkan
dengan seiring bertambahnya usia dan kedewasaan kami. Kami akhirnya mengerti
bahwa pacaran merupakan hal yang dilarang oleh agama. Jujur berat buat
mengakhiri hubungan kami. Tapi dia selalu yakinin kaka kalau ini lebih baik
daripada terus berada di jalan yang salah. Rasa sakit ngelepasin dia yang bikin
kaka punya tekad harus sukses di usia muda, supaya bisa cepet ngelamar dia jadi
istri kaka. Kaka selalu bawa foto itu kemana pun kaka pergi. Itu adalah hal
yang bisa bikin kaka semangat lagi. Hehe.. kenapa jadi curhat gini ya..”
“Haha.. gapapa ka. Eh ka, ujannya
udah berhenti. Aku pulang sendiri aja ya ka. Ada urusan dulu bentar.”
“eh, ini masih gerimis Ran”
“gapapa ka, duluan ya…” ucapku
dengan tergesa-gesa.
Sebenarnya.. tak ada urusan apapun
yang harus ku selesaikan. Namun, ini hanya urusan hati ku yang tak tahan
mendengar semua cerita ka Tio. Ya Allah… sakit sekali mendengarnya. Ka Tio
begitu bersemangat menceritakan sosok wanita itu, sementara aku sudah tidak
tahan menahan linangan air mata ini. Bagaimana bisa… semua perhatian, kebaikan,
kebersamaan itu.. tak pernah bernialai apapun untuk ka Tio. Ternyata… hanya
selembar foto itu yang bisa membuat ka Tio selalu ceria dan bersemangat selama
ini. Semua ucapanku yang selalu memberikan ka Tio semangat… ternyata.. tak
berarti apapun… Ya allah.. aku berterima kasih atas hujan yang Engkau kirimkan.
Di tengah-tengah gerimis ini, aku bisa mengalirkan air mata yang sedari tadi
tertahan… bisa semakin ku nikmati kesedihanku dengan iringan air-Mu.
Keesokan harinya, aku demam tinggi.
Semalaman aku berjalan tak tentu arah untuk sedikit menghibur diri. Hari ini
kuputuskan untuk tidak kuliah. Aku benar-benar tidak kuat untuk pergi ke
kampus. Sakitku ini akan bertambah apalagi jika bertemu dengan ka Tio. Lebih
baik aku member I kesempatan tubuh ini untuk beristirahat sejenak setelah
semalaman aku menyiksanya.
Suara ketukan pintu membangunku. Aku
melihat jam yang ternyata sudah menujukan pukul 12 siang. Berarti sudah lama
sekali aku tidur. Ku buka pintu dengan malas. Isma sudah berdiri di ambang
pintu dengan mimik wajahnya yang cemas.
“kamu kenapa Ran? Wajah kamu pucat
gitu?”
“gapapa Is.. masuk dulu yu..” ujarku
lemas.
“Gapapa gimana, kamu keliatan lemes
gitu? Hari ini juga ga ke kampus. Cerita dong kalo ada masalah…”
“aku cuma demam setelah semalam
keujanan. “
“Keujanan.. atau ujan-ujanan? Haha… aku tahu ada yang ga beres
sama kamu. Kemarin-kemarin kamu bahagia banget, lagi deket-deketnya sama kaka 3
huruf kamu itu. Sekarang? Kenapa jadi kaya ayam kena flu burung gitu? Hehe..
“Haha.. kau ini, temenmu lagi sakit
juga masih sempet diledekin.”
“maaf.. maaf.. oh ia, HP kamu ga
aktif? Tadi ka Tio cemas nyari-nyari kamu lho di kampus.”
“Boleh ga aku minta tolong?”
“apa?”
“jangan sebut nama dia dulu ya…”
“haha.. oh ini sebabnya… Ka tio
ngapain kamu ampe kamu ga mau denger nama dia? Bukannya dia itu penyemangat
kamu? Kata kamu, dia itu… 3 huruf yang bisa ngebangkitin energi kamu
segimanapun kamu capenya…”
“Tapi.. aku bukan apa-apa buat dia.
Kamu tahu, kemarin dia certain semuanya tentang kisah cinta dia di masa lalu.
Aku ga sengaja nemuin selembar foto di jaket dia yang dia pinjemin pas kita
keujanan. Kamu tahu? Selama ini aku berusaha buat jadi seseorang yang berarti
buat dia. Aku berusaha buat nyemangatin dia, aku berusaha selalu ada buat dia
sesibuk-sibuknya aku, aku berusaha ga keliatan cape saat kita bertugas jadi
humas… tapi apa?! Cuma selemabar foto itu yang bisa bikin dia semangat!”
“Emang dia bilang apa aja?”
“Foo itu berarti banget buat kaka…
selalu nyemangatin kaka dan inget sama
tujuan kaka. Kamu tahu itu foto apa?! Itu foto MANTAN PACARNYA, yang INSYA
ALLAH jadi ISTRINYA”.
“emm… kamu kayanya bener-bener lagi down ya.. aku ga
pernah liat kamu sekacau ini. Mungkin
ini bisa ngebantu kamu.” Ismi lalu mengeluarkan HPnya.
“tadi kan mata kuliah agama, Pa
Harun tiba-tiba ngebahas tema pacaran gara-gara banyak yang nanya tentang cinta. Ya biasalah, saking
baiknya Pa Harun, dia selalu ngejawab pertanyaan mahasiswa seberapapun ga
nyambungnya sama tema pembahasan kuliah. Aku ngerekamnya buat kamu. Coba
dengerin…”
Aku pun memutar rekaman yang
diberikan Ismi.
“Cinta
itu anugerah dari Allah. Tapi.. terkadang kita harus bersabar untuk mendaptkan
cinta. Terutama cinta kepada lawan jenis. Islam sangat menghormati harkat dan
martabat manusia. Islam melarang berpacaran semata-mata agar manusia terhindar
dari menyalurkan cinta secara tidak benar dan menimbulkan kerugian. Ketika kita
merasakan sebuah perasaan khusus kepada lawan
jenis kita, namun kita merasa belum siap untuk menghalalkan hubungan kita
dengannya, maka curahkan semua perasaan kita kepada Allah. Ungkapkan segala
rasa sakit yang dirasa ketika cinta itu hanya kita yang dapat merasakannya.
Biarkan air matamu mengalir dalam untaian doa, lepaskanlah… lepaskan semua rasa sakit
itu, semua kerinduanmu padanya yang
terhalang oleh jarak. Karena kau hanya dapat memandang dia dari jauh, tak dapat
menyentuhnya karena kau ingin menjaga kehormatannya. Menjaga agar ia tetap
berada dijalan yang Allah ridhoi. Mintalah agar Allah membantumu untuk
menemukan jalan yang terbaik. Karena Allah adalah maha pembolak balik hati
manusia. Boleh jadi saat ini kau begitu memujanya, namun dengan kekuasaan
Allah, jika dia tidak baik untukmu, maka Allah akan membantumu untuk menemukan
orang lain yang lebih baik. Yang harus dilakukan sekarang adalah, perbaiki
kualitas diri, agar Allah memantaskanmu dengan pilihan yang terbaik.”
“Kiran Ariani… aku pertama kali
mengenalmu sebagai sosok yang pendiam. Kau jarang berbicara, namun banyak
bertindak. Kau selalu bersemangat dalam meningkatkan prestasi, karena kau
selalu bilang “aku ingin orang tuaku bangga”. Namun.. sosokmu berubah
akhir-akhir ini. Kau kehilangan niatan mulia itu Kiran. Niatan mulia untuk
membahagiakan orang tuamu. Karena tanpa sadar, cinta yang dulu kau fokuskan
untuk orangtuamu, tergeserkan oleh sosok ka Tio. Ya benar… kau memang selalu
melakukan yang terbaik untuk ka Tio, sampai akhirnya kau lihat dirimu sekarang?
Hancur oleh kebaikanmu sendiri…”
Ku hanya bisa menangis mendengar semua
yang ku dengar. Dari mulai rekaman suara Pa Harun, sampai kini ditambah oleh
nasehat ismi.
“Ka Tio memang baik, aku anggap
wajar kau jatuh hati padanya. Namun Kiran.. kau pasti tahu aturan main dalam
Islam. Kita harus belajar untuk menjaga hati kita, sebelum janji suci itu
terucapkan. Kiran… mungkin ini cara Allah menyadarkanmu.. akan cinta lain yang
lebih abadi untuk kau perjuangkan. Cintamu kepada Allah, yang Maha Pengasih.
Mungkin kau telah membuat Allah cemburu dengan terus kau ukir nama Ka tio dalam
hatimu. Semakin menggeser tempat-Nya di hatimu. Selain itu, cinta 2 malaikat
penjagamu di bumi ini, ibu dan bapamu. Cinta yang dulu begitu kau perjuangkan.
Karena aku tahu betapa kau berjuang begitu gigih untuk membuat mereka bahagia
dengan prestasimu. Tapi kini… lihat
dirimu. Akhir-akhir ini kau lebih sibuk menarik perhatian ka Tio. Sementara
orangtuamu? Mereka tak pernah sedetik pun melupakanmu. Apakah kau tega membuat
cinta mereka bertepuk sebelah tangan? Kau sudah merasakan betapa sakitnya kan?”
“hiks…hiks.. aku sa..lah.. a..aku
terlalu hanyut dalam perasaan ini…” ucapku sembari tersedu.
“masih ada waktu untuk kembali.. ayo
bangkit sayang! Kau pasti kuat untuk melawan rasa sakit ini.”
“makasih Ismi…”
“Sip sam-sama. Aku pulang dulu ya.
Kamu lanjutin istirahatnya. Oh ya, aku bawa buah. Makan ya biar cepet sehat…”
“hehe.. kamu pengertian banget.
Makasih ya sekali lagi…”
“Ok sip. Assalamua’laikum.”
“waa’laikum salam.”
Aku teringat aku belum solat dzuhur.
Aku segera ke kamar mandi untuk kubersihkan diri. Aku resapi setiap air yang
membasuhku, ada sedikit ketenangan yang kurasa. Lantas, ku siapkan diri untuk
menghadap-Mu. Aku benar-benar membutuhkan-Mu untuk menghilangkap rasa sakit
ini… rasa sakit karena lebih memilih untuk mengejar cinta manusia daripada
cintaMu…di penghujung solatku, ku ungkapkan segala perasaan ini.. air mata
kembali mengalir ketika kuakui betapa lemahnya diri ini..
“Ya Rab.. maafkan aku… Engkau maha
tahu siapa yang akhir-akhir ini membayangi pikiran ini. Maafkan aku yang membagi
cintaku padaMu dengan nya. Ya Rabb… aku
tahu ini salah dan kumohon bantu aku untuk bangkit. Kuatkan aku untuk melawan
rasa yang belum halal ini. Kuatkan aku untuk melupakan rindu yang senantiasa
hadir mengusikku…terima kasih atas kasih sayangMu yang kembali membangunkan
untuk menyadari bahwa ada cinta yang lebih abadi daripada cinta yang selama ini
ku perjuangkan. Cinta yang lebih indah.. tulus.. penuh pengorbanan… dan bahkan
tidak pernah menuntutku untuk membalasnya.Itulah cinta-Mu dan cinta orangtuaku.
Terima kasih ya Allah. Jika dia adalah jodohku, maka pertemukan dan satukan
kami kembali di waktu yang telah Engkau tentukan. Namun jika tidak, kuatkan aku
untuk melepaskannya. Kuatkan aku untuk melihat dia bahagia dengan orang yang
telah Engkau pilihkan untuknya. Kuatkan aku Ya Allah.. kautakan aku… Bantu aku
untuk menjaga hati ini, agar kelak dapat utuh kupersembahkan untuk seseorang
yang masih Engkau jaga… Lindungi dia dimanapun dia berada. Sabarkanlah hatinya untuk menantiku, seperti
aku yang sedang berusaha sabar menatinya…”
Hati
ini begitu terasa lega setelah ku ungkapkan semua kepada Nya. Aku siap kembali
berjuang untuk cinta sejatiku saat ini. Mereka yang kini tengah berjuang untuk
ku pula. Kerja keras dan peluh keringat mereka harus kubalas dengan senyum
kebahagiaan, bukan sebaliknya. Karena aku tahu, betapa sakitnya cinta bertepuk
sebelah tangan. Ibu.. bapa.. Kiran janji akan focus kembali untuk Menuhin janji
Kiran…
Komentar
Posting Komentar