Langsung ke konten utama

Cinta yang Terabaikan namun Tak Pernah Mengabaikan


                Senja yang begitu indah. Matahari mulai menenggelamkan diri ke peraduannya. Namun, aku masih disini. Dijalanan kota sambil memegang beberapa map berisi proposal kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kepenulisan yang aku ikuti. Aku tak sendiri disini, ada ka Tio yang menemaniku. Aku dan  ka Tio ditugaskan sebagai divisi hubungan masyarakat (humas) yang bertugas menyebarkan proposal ke pihak-pihak yang kami targetkan dapat memberikan sumbangan dana untuk acara yang akan diadakan oleh UKM kepenulisan. Tidak sulit untuk bekerjasama dengan ka Tio. Kebetulan kita satu jurusan dan sudah saling mengenal sebelum berada dalam satu UKM yang sama.
            “Berapa proposal lagi Ran?” tanya ka Tio ketika kami berhenti di trotoar jalan untuk beristirahat sebentar.
            “ada 5 lagi ka.” Jawabku setelah menghitung jumlah proposal yang ada.
            “Alhamdulillah ya. Tapi kayanya kita lanjutin besok aja ya. Udah  mau malem Ran. Kamu juga pasti cape kan? Seharian keliling Bandung. Haha..”
            “ia ka. Kaka juga cape kan. Besok jam berapa ka?”
            “Kaka beres kuliah abis duhur Ran.”
            “Sama aku juga ka. Kaka di ruang berapa kuliahnya?”
            “Ruang 5 Ran, tapi yang di lantai 6.”
            “Ah, aku di lantai 4 ka. Ya udah ketemu di taman fakultas aja ya ka.”
            “Ok Ran. Ya udah, kaka anterin kamu pulang ya ke kosan. Kaka harus mastiin kamu pulang dengan selamat. Hehe..”
            “makasih ka.”
            “yu, pake helm lagi, kita pulang sekarang nanti kemaleman.”
            Udara dingin mulai terasa ketika kami melanjutkan perjalanan. Namun, aku tetap menikamati perjalanan ini. Rasa nyaman ini… selalu hadir apabila aku dekat dengan ka Tio. Ia sosok kaka tingkat yang begitu baik dan perhatian pada adik tingkatnya. Aku pertama mengenalnya ketika kami sering bertemu dalam acara-acara himpunan di jurusan. Namun keakraban kami baru semakin erat akhir-akhir ini setelah aku mengikuti UKM yang sama dengan ka Tio.
            Tidak terasa motor ka Tio sudah tiba di gerbang kos ku. Kami berbincang sebentar sebelum ka Tio pamit pulang. Kami harus beristirahat untuk melanjutkan tugas esok hari. Namun.. bukannya tidur, justru aku tidak bisa terlelap. Bayangan ka Tio entah mengapa menghiasi pikiranku. Seharian bersama ka Tio, pergi berdua kesana kemari, dengan segala perhatiannya yang menyelingi letihnya perjalanan kami,  menimbulkan rasa aneh dalam jiwaku. Rasa yang sudah lama tak pernah ku rasakan. Namun, segera ku tepis semua asa yang bergejolak.
            “Ah… ini Cuma rasa kagum doang. Bentar lagi juga ilang. Ayolah tidur kiran…” gumamku pada diri sendiri.
            Aku tak ingat bagaimana akhirnya aku bisa tertidur. Yang ku tahu, hangatnya mentari tiba-tiba sudah  menerangi kamarku. Menyapaku agar segera bangkit dan kembali menaklukan hari. Sebelum bersiap-siap untuk mandi, kulihat HP sesaat. Aaaahhhh…!!!! Ingin rasanya aku berteriak histeris saat ku melihat pesan dari ka Tio di layar HP ku.
            Hey Ran… ayo bangun! Tetep semangat ya, kaka tahu kamu masih cape. Mau bareng ga ke kampusnya? Biar kamu ga cape jalan kaki. Hehe… “
            “mau engga ya.. mau engga ya… haha.. Ya Allah pagi-pagi gini udah dapet anugerah. Haha…”
            “udah bangun ka :p. ia sip, kaka juga ya. Hari ini kita berjuang lagi nyebarin proposal. Ga usah ka, nanti ngerepotin kaka. Aku udah biasa jalan kok.” Balasku.
            Lama aku  menanti namun tak kunjung ada balasan. Akhirnya ada sebersit kekecewaan yang  muncul. Sudahlah, tak berharap ka Tio akan  membalasnya lagi. Ku putuskan untuk segera bersiap-siap ke kampus daripada terlambat.
            Namun… rasa  kecewaku terobati. Ketika ku bersiap untuk berangkat, sms ka Tio yang kun anti akhirnya hadir di HP ku.
            “Ran udah berangkat? kaka udah ada di depan kosan kamu.”
            “Wah? Seriusan ka? Belum ka, bentar lagi aku turun ke bawah.”
            “Oke, emm.. cewe, jam segini masih dandan ya.. haha”
            “Haha.. kaka so tahu. Aku udah siap ko.”
            Ketika ku menuruni anak tangga, senyum  ka Tio sudah menyambutku. Ya Allah… ingin rasanya aku  pingsan melihat pesonanya yang luar biasa. Betapa indah makhluk ciptaanmu ini.
            “Ayoo naik, berangkat bareng aja. Kaka males berangkat sendirian. Haha”
            “haha.. bukannya biasanya juga berangkat sendiri. Hehe…”
            “hehe.. udah ah ayoo naik”
            Ah.. pagi ini terasa begitu indah. Meskipun  badan ini masih letih akibat melalang buana kemarin, namun ka Tio seolah menjadi obat pemulih semangatku. Bila ingin meminta, andai jarak kampus lebih jauh, sehingga aku bisa lebih lama menikmati suasana pagi ini dengan ka Tio
            “Makasih ya ka udah nganterin.” Ucapku ketika kami telah tiba.
            “Sama-sama maksih juga mau bareng ke kampus.”
            “Kaka mau ke kelas sekarang?”
            “Ia. Bareng aja kalau kamu juga mau ke kelas sekarang.”
            “Ia aku juga mau langsung ke kelas.”
            Yes!!! Hatiku langsung menari-nari. Ya Allah… mimpi apa aku semalam bisa berjalan beriringan dengan ka Tio?.
            Senyumku semakin mengembang  manakala sepanjang jalan menuju ke kelas ka Tio bergurau penuh keceriaan. Terkadang ada nasehat bijak yang ia selipkan dalam gurauannya tersebut. Itulah yang semakin membuat rasa kagum ini semakin dalam di hatiku. Bahkan mungkin semakin bermekaran hingga menumbuhkan benih-benih cinta.
            Kami berpisah di lantai 4, ka Tio melanjutkan langkah kaki menaiki anak tangga ke lantai 5. Kami tadi naik lift karena deretan antrian mahasiswa sudah panjang di depan pintu lift. Hihihi… keadaan tidak mengenakan yang ku syukuri. Olahraga naik tangga pun tak mengapa jika ada ka Tio yang menemaniku.
            “Kamu kemarin pulang jam berapa Ran?” pertanyaan Isma membuyarkan lamunanku.
            “Eh.. anu.. itu.. jam setengah 7 Is.” Aku gelagapan menjawabnya.
            “ckckck… pagi-pagi udah ngelamun. Kemarin kesambet apaan neng? Bahagia banget kayanya. ”
            “Kesambet kaka 3 huruf Is. Haha…”
            “Ha?! Kaka 3 huruf? Siapa Ran?”
            “hehe… itu ketua divisi humas di UKM kita. Haha…”
            “Hah?! Ka Tio maksud kamu? Cie.. ada yang lagi lope..lope.. nih! Haha..”
            “sssttt… jangan keras-keras juga kali. Kamu kaya mau  bikin sayembara aja.”
            “haha… maaf maaf.. eh cerita dong gimana cerita dong kemarin ngapain aja? Pasti ada sesuatu ampe kamu bisa lope lope ke ka Tio.”
            Aku pun menceritakan rentetan cerita yang kualami bersama ka Tio. Terkadang Isma berkata Wah.. Oh.. Ya ampu.. so sweat.. atau tepuk tangan sendiri untuk merespon ceritaku. Curhatanku berakhir ketika jam kuliah sudah di mulai. Semua perasaan indah yang kurasakan membuat semangatku untuk belajar naik 180 derajat. Ah cinta… cinta…
            Seusai  jam kuliah sesuai janji kemarin aku menunggu ka Tio di taman fakultas. Penantian menunggu datangnya kaka idolaku membuat hati ini berdebar tak karuan. Padahal sebelumnya, aku cuek-cuek saja bila bertemu dengan ka Tio.
            ”maaf Ran, lama nungguin ya? “
            “engga ka, aku juga baru nyampe.”
            “Oh.. berangkat sekarang?”
            “ayo”
            Petualangan kami sebagai penyebar proposal dimulai kembali. Jika boleh jujur, awalnya aku tidak mau ketika ditugaskan di bagian humas. Aku paling tidak bisa “berbicara” di hadapn orang. Aku  takut mereka tidak tertarik dengan apa yang aku utarakan. Namun kini, aku menikamtinya. Ka Tio selalu meyakinkan bahwa aku bisa dan harus melawan semua ketakutanku. Ya.. semua karena ka Tio…
            Tidak terasa hari sudah sore. Perjalanan kami terhenti karena hujan  tiba-tiba turun begitu deras. Untungnya semua proposal sudah kami sebar. Kami berteduh di sebuah tempat makan sembari mengisi perut yang sedari tadi bernyanyi riang karena lapar. Aku sedikit menggigil karena hujan yang semakin deras. Aku lupa memakai jaket karena tadi pagi terlalu bahagia sudah ditunggu ka Tio di depan gerbang kos. Melihat gelagatku yang mulai menggigil, iba-tiba ka Tio memberikan jaketnya kepadaku.
            “Pake jaket kaka aja.” Ujarnya sembari memakaikan jaketnya kepadaku.
            “Tapi ka… “
            “udah jangan tapi..tapian. Nanti kamu sakit. Kaka kan cowo, jadi pasti kuat.”
            Ah… hari ini benar-benar bahagia sekali. Aku memakai jaket ka Tio. Setahuku, ini merupakan jaket favoritnya yang sering ia pakai. Jaket itu begitu ampuh mengusir rasa dingin yang sebelumnya menyergapku. Namun… tiba-tiba saat ku memasukkan tanganku ke jaket, ada benda yang terselip di dalamnya. Ketika kukeluarkan, ternyata sebuah foto. Foto… ya, foto yang membuat dadaku sedikit sakittt… foto ka Tio dengan wanita cantik yang tampak begitu mesra. Pancaran kebahagiaan bisa terlihat dari senyum mereka yang mengembang.
            “ka maaf.. ini ada foto di jaket kaka…” ucapku dengan suara yang kecil. Berat untuk mengucapkan kalimat itu…
            “Oh ia… hehe makasih ya. Sini fotonya.. untung kamu ingetin kaka. Kaka bisa stress kalo foto ini ilang. Haha..”
            “cie… kaka.. itu pasti foto pacar kaka ya? Mesra banget keliatannya.” Ya Allah.. ingin rasanya aku menangis mengucapkan kata itu.
            “Buka Ran. Dia mantan pacar kaka yang insya Allah jadi istri kaka.. Hehe..”
            “Hah?! Calon istri kaka?!” aku begitu tak percaya mendengarnya.
            “ia Ran, kami pacaran sejak kelas 1 SMA. Ketika kelulusan kami memutuskan untuk putus. Ada hidayah yang Allah kirimkan dengan seiring bertambahnya usia dan kedewasaan kami. Kami akhirnya mengerti bahwa pacaran merupakan hal yang dilarang oleh agama. Jujur berat buat mengakhiri hubungan kami. Tapi dia selalu yakinin kaka kalau ini lebih baik daripada terus berada di jalan yang salah. Rasa sakit ngelepasin dia yang bikin kaka punya tekad harus sukses di usia muda, supaya bisa cepet ngelamar dia jadi istri kaka. Kaka selalu bawa foto itu kemana pun kaka pergi. Itu adalah hal yang bisa bikin kaka semangat lagi. Hehe.. kenapa jadi curhat gini ya..”
            “Haha.. gapapa ka. Eh ka, ujannya udah berhenti. Aku pulang sendiri aja ya ka. Ada urusan dulu bentar.”
            “eh, ini masih gerimis Ran”
            “gapapa ka, duluan ya…” ucapku dengan tergesa-gesa.
            Sebenarnya.. tak ada urusan apapun yang harus ku selesaikan. Namun, ini hanya urusan hati ku yang tak tahan mendengar semua cerita ka Tio. Ya Allah… sakit sekali mendengarnya. Ka Tio begitu bersemangat menceritakan sosok wanita itu, sementara aku sudah tidak tahan menahan linangan air mata ini. Bagaimana bisa… semua perhatian, kebaikan, kebersamaan itu.. tak pernah bernialai apapun untuk ka Tio. Ternyata… hanya selembar foto itu yang bisa membuat ka Tio selalu ceria dan bersemangat selama ini. Semua ucapanku yang selalu memberikan ka Tio semangat… ternyata.. tak berarti apapun… Ya allah.. aku berterima kasih atas hujan yang Engkau kirimkan. Di tengah-tengah gerimis ini, aku bisa mengalirkan air mata yang sedari tadi tertahan… bisa semakin ku nikmati kesedihanku dengan iringan air-Mu.
            Keesokan harinya, aku demam tinggi. Semalaman aku berjalan tak tentu arah untuk sedikit menghibur diri. Hari ini kuputuskan untuk tidak kuliah. Aku benar-benar tidak kuat untuk pergi ke kampus. Sakitku ini akan bertambah apalagi jika bertemu dengan ka Tio. Lebih baik aku member I kesempatan tubuh ini untuk beristirahat sejenak setelah semalaman aku menyiksanya.
            Suara ketukan pintu membangunku. Aku melihat jam yang ternyata sudah menujukan pukul 12 siang. Berarti sudah lama sekali aku tidur. Ku buka pintu dengan malas. Isma sudah berdiri di ambang pintu dengan mimik wajahnya yang cemas.
            “kamu kenapa Ran? Wajah kamu pucat gitu?”
            “gapapa Is.. masuk dulu yu..” ujarku lemas.
            “Gapapa gimana, kamu keliatan lemes gitu? Hari ini juga ga ke kampus. Cerita dong kalo ada masalah…”
            “aku cuma demam setelah semalam keujanan. “
            “Keujanan.. atau  ujan-ujanan? Haha… aku tahu ada yang ga beres sama kamu. Kemarin-kemarin kamu bahagia banget, lagi deket-deketnya sama kaka 3 huruf kamu itu. Sekarang? Kenapa jadi kaya ayam kena flu burung gitu? Hehe..
            “Haha.. kau ini, temenmu lagi sakit juga masih sempet diledekin.”
            “maaf.. maaf.. oh ia, HP kamu ga aktif? Tadi ka Tio cemas nyari-nyari kamu lho di kampus.”
            “Boleh ga aku minta tolong?”
            “apa?”
            “jangan sebut nama dia dulu ya…”
            “haha.. oh ini sebabnya… Ka tio ngapain kamu ampe kamu ga mau denger nama dia? Bukannya dia itu penyemangat kamu? Kata kamu, dia itu… 3 huruf yang bisa ngebangkitin energi kamu segimanapun kamu capenya…”
            “Tapi.. aku bukan apa-apa buat dia. Kamu tahu, kemarin dia certain semuanya tentang kisah cinta dia di masa lalu. Aku ga sengaja nemuin selembar foto di jaket dia yang dia pinjemin pas kita keujanan. Kamu tahu? Selama ini aku berusaha buat jadi seseorang yang berarti buat dia. Aku berusaha buat nyemangatin dia, aku berusaha selalu ada buat dia sesibuk-sibuknya aku, aku berusaha ga keliatan cape saat kita bertugas jadi humas… tapi apa?! Cuma selemabar foto itu yang bisa bikin dia semangat!”
            “Emang dia bilang apa aja?”
            “Foo itu berarti banget buat kaka… selalu nyemangatin kaka dan  inget sama tujuan kaka. Kamu tahu itu foto apa?! Itu foto MANTAN PACARNYA, yang INSYA ALLAH jadi ISTRINYA”.
            “emm… kamu  kayanya bener-bener lagi down ya.. aku ga pernah  liat kamu sekacau ini. Mungkin ini bisa ngebantu kamu.” Ismi lalu mengeluarkan HPnya.
            “tadi kan mata kuliah agama, Pa Harun tiba-tiba ngebahas tema pacaran gara-gara banyak yang  nanya tentang cinta. Ya biasalah, saking baiknya Pa Harun, dia selalu ngejawab pertanyaan mahasiswa seberapapun ga nyambungnya sama tema pembahasan kuliah. Aku ngerekamnya buat kamu. Coba dengerin…”
            Aku pun memutar rekaman yang diberikan Ismi.
            Cinta itu anugerah dari Allah. Tapi.. terkadang kita harus bersabar untuk mendaptkan cinta. Terutama cinta kepada lawan jenis. Islam sangat menghormati harkat dan martabat manusia. Islam melarang berpacaran semata-mata agar manusia terhindar dari menyalurkan cinta secara tidak benar dan menimbulkan kerugian. Ketika kita merasakan sebuah perasaan khusus kepada  lawan jenis kita, namun kita merasa belum siap untuk menghalalkan hubungan kita dengannya, maka curahkan semua perasaan kita kepada Allah. Ungkapkan segala rasa sakit yang dirasa ketika cinta itu hanya kita yang dapat merasakannya. Biarkan air matamu mengalir dalam untaian  doa, lepaskanlah… lepaskan semua rasa sakit itu, semua kerinduanmu padanya  yang terhalang oleh jarak. Karena kau hanya dapat memandang dia dari jauh, tak dapat menyentuhnya karena kau ingin menjaga kehormatannya. Menjaga agar ia tetap berada dijalan yang Allah ridhoi. Mintalah agar Allah membantumu untuk menemukan jalan yang terbaik. Karena Allah adalah maha pembolak balik hati manusia. Boleh jadi saat ini kau begitu memujanya, namun dengan kekuasaan Allah, jika dia tidak baik untukmu, maka Allah akan membantumu untuk menemukan orang lain yang lebih baik. Yang harus dilakukan sekarang adalah, perbaiki kualitas diri, agar Allah memantaskanmu dengan pilihan yang terbaik.”
            “Kiran Ariani… aku pertama kali mengenalmu sebagai sosok yang pendiam. Kau jarang berbicara, namun banyak bertindak. Kau selalu bersemangat dalam meningkatkan prestasi, karena kau selalu bilang “aku ingin orang tuaku bangga”. Namun.. sosokmu berubah akhir-akhir ini. Kau kehilangan niatan mulia itu Kiran. Niatan mulia untuk membahagiakan orang tuamu. Karena tanpa sadar, cinta yang dulu kau fokuskan untuk orangtuamu, tergeserkan oleh sosok ka Tio. Ya benar… kau memang selalu melakukan yang terbaik untuk ka Tio, sampai akhirnya kau lihat dirimu sekarang? Hancur oleh kebaikanmu sendiri…”
            Ku hanya bisa menangis mendengar semua yang ku dengar. Dari mulai rekaman suara Pa Harun, sampai kini ditambah oleh nasehat ismi.
            “Ka Tio memang baik, aku anggap wajar kau jatuh hati padanya. Namun Kiran.. kau pasti tahu aturan main dalam Islam. Kita harus belajar untuk menjaga hati kita, sebelum janji suci itu terucapkan. Kiran… mungkin ini cara Allah menyadarkanmu.. akan cinta lain yang lebih abadi untuk kau perjuangkan. Cintamu kepada Allah, yang Maha Pengasih. Mungkin kau telah membuat Allah cemburu dengan terus kau ukir nama Ka tio dalam hatimu. Semakin menggeser tempat-Nya di hatimu. Selain itu, cinta 2 malaikat penjagamu di bumi ini, ibu dan bapamu. Cinta yang dulu begitu kau perjuangkan. Karena aku tahu betapa kau berjuang begitu gigih untuk membuat mereka bahagia dengan  prestasimu. Tapi kini… lihat dirimu. Akhir-akhir ini kau lebih sibuk menarik perhatian ka Tio. Sementara orangtuamu? Mereka tak pernah sedetik pun melupakanmu. Apakah kau tega membuat cinta mereka bertepuk sebelah tangan? Kau sudah merasakan betapa sakitnya kan?”
            “hiks…hiks.. aku sa..lah.. a..aku terlalu hanyut dalam perasaan ini…” ucapku sembari tersedu.
            “masih ada waktu untuk kembali.. ayo bangkit sayang! Kau pasti kuat untuk melawan rasa sakit ini.”
            “makasih Ismi…”
            “Sip sam-sama. Aku pulang dulu ya. Kamu lanjutin istirahatnya. Oh ya, aku bawa buah. Makan ya biar cepet sehat…”
            “hehe.. kamu pengertian banget. Makasih ya sekali lagi…”
            “Ok sip. Assalamua’laikum.”
            “waa’laikum salam.”
            Aku teringat aku belum solat dzuhur. Aku segera ke kamar mandi untuk kubersihkan diri. Aku resapi setiap air yang membasuhku, ada sedikit ketenangan yang kurasa. Lantas, ku siapkan diri untuk menghadap-Mu. Aku benar-benar membutuhkan-Mu untuk menghilangkap rasa sakit ini… rasa sakit karena lebih memilih untuk mengejar cinta manusia daripada cintaMu…di penghujung solatku, ku ungkapkan segala perasaan ini.. air mata kembali mengalir ketika kuakui betapa lemahnya diri ini..
“Ya Rab.. maafkan aku… Engkau maha tahu siapa yang akhir-akhir ini membayangi pikiran ini. Maafkan aku yang membagi  cintaku padaMu dengan nya. Ya Rabb… aku tahu ini salah dan kumohon bantu aku untuk bangkit. Kuatkan aku untuk melawan rasa yang belum halal ini. Kuatkan aku untuk melupakan rindu yang senantiasa hadir mengusikku…terima kasih atas kasih sayangMu yang kembali membangunkan untuk menyadari bahwa ada cinta yang lebih abadi daripada cinta yang selama ini ku perjuangkan. Cinta yang lebih indah.. tulus.. penuh pengorbanan… dan bahkan tidak pernah menuntutku untuk membalasnya.Itulah cinta-Mu dan cinta orangtuaku. Terima kasih ya Allah. Jika dia adalah jodohku, maka pertemukan dan satukan kami kembali di waktu yang telah Engkau tentukan. Namun jika tidak, kuatkan aku untuk melepaskannya. Kuatkan aku untuk melihat dia bahagia dengan orang yang telah Engkau pilihkan untuknya. Kuatkan aku Ya Allah.. kautakan aku… Bantu aku untuk menjaga hati ini, agar kelak dapat utuh kupersembahkan untuk seseorang yang masih Engkau jaga… Lindungi dia dimanapun dia berada.  Sabarkanlah hatinya untuk menantiku, seperti aku yang sedang berusaha sabar menatinya…”
Hati ini begitu terasa lega setelah ku ungkapkan semua kepada Nya. Aku siap kembali berjuang untuk cinta sejatiku saat ini. Mereka yang kini tengah berjuang untuk ku pula. Kerja keras dan peluh keringat mereka harus kubalas dengan senyum kebahagiaan, bukan sebaliknya. Karena aku tahu, betapa sakitnya cinta bertepuk sebelah tangan. Ibu.. bapa.. Kiran janji akan focus kembali untuk Menuhin janji Kiran…

           

Komentar

Popular post

makalah emotional intelligence

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang             Kecerdasan intelektual seringkali menjadi ukuran sebagian besar orang untuk meraih kesuksesan. Banyak orang berpikir, dengan kemampuan intelektual yang tinggi, seseorang bisa meraih masa depan yang   cerah dalam hidupnya. Tidak heran, banyak orang tua selalu menekankan anaknya untuk meraih nilai sebaik mungkin agar kelak memiliki masa depan yang cemerlang. Sistem pendidikan di negara kita yang lebih menekankan pada prestasi akademik siswa atau mahasiswa juga semakin mendukung argumen tersebut. Padahal kenyataannya, kecerdasan intelektual bukanlah hal mutlak yang dapat menjamin kesuksesan seseorang.             Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa orang yang ber-IQ tinggi justru banyak yang mengalami kegagalan dalam karirnya. Sedangkan orang yang ber-IQ sedang justru dapat lebih sukses dari orang yang ber-IQ tinggi. Hal itu disebabkan karena ada satu kecerdasan yang lebih berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseoran

BOOK REPORT FILSAFAT MORAL

BAB   I PENDAHULUAN 1.1   Identitas Buku Judul buku       : Filsafat Moral Penulis                : James Rachels Cetakan              : ke enam Tahun terbit      : 2013 Penerbit              : Kanisius, Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55011 Halaman             : 394 lembar Harga                 : Rp. 52.000,00 Penerjemah       : A. Sudiarja 1.2   Latar Belakang Penulisan Persoalan-persoalan amoral dewasa ini dinilai semakin memprihatinkan. Banyak kalangan masyarakat yang berperilaku melawan aturan-aturan moral. Aturan yang semula ditaati demi terciptanya keteraturan sosial, kini dengan mudah ditentang oleh banyak kalangan. Perbuatan amoral seolah menjadi hal lumrah di masyarakat. Keteraturan sosial semakin jauh dari harapan. Perubahan zaman yang diwarnai dengan arus globalisasi dan modernisasi merubah segala etika dan aturan moral menjadi sesuatu yang kuno, sehingga banyak kalangan yang meninggalkannya. Degradasi moral yang melanda generasi m

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

A.     Pendahuluan Bahasa merupakan   alat komunikasi yang penting   agar manusia dapat saling berinteraksi dan berbagi informasi dengan manusia yang lain. Bahasa ada yang digunakan secara lisan, adapula yang digunakan dalam bentuk tulisan. Bahasa melengkapi anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Melalui bahasa, manusia dapat terus mengembangkan kemampuan menalar yang dimilikinya. Kemampuan menalar tersebut sangat penting untuk mengembangkan kemampuan manusia agar terus berkembang kearah kemajuan. Hal itulah yang membuat perkembangan manusia cenderung dinamis. Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia, maka penggunaan bahasa harus benar agar dapat dimengerti oleh manusia lain dan tidak menimbulkan kesalah pahaman, terutama dalam penggunakan bahasa tulisan. Dalam menulis, manusia tidak bisa sekehendak hati, tetapi harus mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Di Indonesia, aturan menulis harus sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Penetapan atur