Keriuhan
menyambut datangnya hari Raya Idul Fitri kini sudah semakin terasa. Jalanan
sudah mulai dibanjiri kendaraan roda dua
maupun roda empat yang akan melakukan rutinitas tahunan untuk kembali ke kampung
halaman. Anak-anak sudah mulai merengek minta dibelikan baju dulag. Haha..
sementara para ibu dan bapa, sedang sibuk mengatur budget hari Raya. Ya.. kegembiraan itu sudah mulai terpancar.
Tinggal menghitung hari, Kemenangan akan
segera tiba. Namun… sekaligus meninggalkan seberkas lara, karena berpisah
dengan bulan Ramdhan yang penuh Rahmat dan Karunia Allah Swt.
Bulan Ramadhan memang bulan yang
istimewa. Kita pasti akan sangat merindukan datangnya kembali Ramadhan. Suasana
khas Ramadhan yang belum tentu dapat kita rasakan di bulan-bulan lain. Mulai
dari suasana masjid yang mendadak membludak dikunjungi jamaah, televisi yang
dihiasi nuansa religius, jalanan yang dijejali penjual ta’jil, keriuhan di pagi
buta saat membangunkan sahur, hingga
speaker masjid yang sibuk menjadi sarana menyampaikan pesan dakwah dan lantunan
tilawah. Tidak hanya itu, bulan Ramdhan juga menjadi moment merajut
keharmonisan di dalam keluarga. Susana makan dan berkumpul bersama keluarga
yang jarang dilakukan, selama sebulan menjadi rutin dilakukan. Interaksi antara
orangtua dan anak seolah diberi wadah ketika berbuka, teraweh dan sahur
bersama. Memberi ruang untuk merekatkan kembali jarak diantara anggota keluarga
setelah berbulan-bulan disibukkan dengan rutinitas masing-masing.
Warna indah Ramadhan memang begitu
melekat dihati setiap muslim. Keistimewaan bulan Ramadhan membuat kaum muslimin
ingin meramadhankan bulan-bulan lain, apalagi ketika kita sudah mengetahui dan
merasakan sensasi Ramadhan itu sendiri. Hal tersebut seperti yang tercantum
dalam sebuah riwayat hadis berikut : “Seandainya
setiap hamba mengetahui apa yang ada dalam bulan Ramadhan, maka umatku akan
berharap seandainya setahun itu bulan Ramadhan“ .
(H.R Ibnu Khuzaimah). Oleh karena itu, agar kerinduan terhadap bulan Ramadhan
dapat sedikit terobati, kita dapat belajar untuk ”meramadhankan” bulan-bulan
selain Ramadhan. Caranya adalah dengan tetap konsisten meningkatkan amalan
ibadah seperti ketika kita menjalankan
ibadah di bulan Ramadhan.
Semangat
perubahan yang kita usung selama Ramadhan harus tetap membara. Proses metamorfosis
agar menjadi insan yang lebih baik tidak
boleh berhenti ketika Ramadhan berlalu. Inilah tantangan yang harus kita hadapi
ketika kekonsistenan ibadah kita diuji. Akankah semua rutinitas
ibadah ketika Ramadhan akan berlanjut atau terhenti dan kembali ke asal sebelum
memasuki Ramadhan? Sungguh merugi apabila tempaan selama Ramadhan seolah tidak
membekaskan apapun setelah berlalunya Ramadhan.
Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan agar ritual ibadah Ramadhan
tidak hanya sekedar menjadi ritual sebulan sekali dalam setahun. Diantaranya
adalah:
1.
Mengingat tujuan puasa
Tujuan
kita menjalankan ibadah shaum di bulan
Ramadhan adalah menjadi orang yang bertakwa, seperti yang tercantum dalam Q.S
Al-Baqarah : 183 yang artinya: “Hai
orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Takwa berarti kesadaran diri yang diikuti
dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-Nya. Selama Ramadhan kita dilatih untuk menjadi pribadi yang
bertakwa, yaitu melalui : Shiyam (memenej syahwat) dan Qiyam (memenej ibadah).
Shiyam
kita lakukan dengan cara menahan diri dari sahwat makan, minum, dan seks yang
merupakan induk utama sahwat. Setelah berhasil mengendalikan induk utama
sahwat, maka dengan sendirinya kita akan belajar untuk mengendalikan
sahwat-sahwat lain, seperti amarah dan penyakit hati lainnya. Sedangkan Qiyam kita lakukan dengan cara melaksanakan ibadah
solat malam, solat sunah, tadarus dan ibadah
lain yang ditujukan kepada Allah. Apabila sebulan penuh kita bisa belajar untuk
shiyam dan qiyam, mengapa kita tidak bisa melanjutkan proses belajar tersebut
di bulan selain Ramadhan?
Selepas
Ramadhan bukan berarti kita seperti burung yang lepas dari sangkarnya. Merasa
terbebas dari belenggu aturan-aturan selam Ramadhan. Justru harus ada perubahan
perilaku yang melekat pada diri kita, agar tujuan shaum tersebut dapat
tercapai.
2.
Lanjutkan peningkatan kualitas ibadah di bulan lain
Di bulan Ramadhan, solat sunat akan
dinilai sama pahalanya dengan solat wajib.Oleh karena itu, banyak orang
berlomba-lomba untuk melengkapi solat wajibnya dengan solat sunat. Misalnya
seperti solat rawatib, tahiyatul masjid, tahajud, duha dan teraweh. Selain itu,
Al-Quran yang jarang dibuka, menjadi
rutin dilantunkan. Dalam sebulan minimal mempunyai target untuk hatam sekali.
Akibatnya, kita sering mendengar lantunan tilawah di mesjid ataupun
rumah-rumah. Sodakoh juga tidak kalah
tertinggal untuk menjadi buruan ibadah. Kotak amal mesjid yang semula kosong
melompong kini menjadi gemuk terisi asupan uang dari para jamaah. Para penghuni jalanan
yang terabaikan, selama Ramadhan menjadi sasaran untuk tempat berbagi rezeki.
Banyak orang berlomba-lomba memberi mereka makanan, uang dan pakaian.
Alangkah indah semua itu. Lantas,
apakah kita rela keindahan itu terhenti begitu saja dan harus menunggu selama
11 bulan lagi? Mari kita belajar untuk tetap melanjutkan ibadah Ramadhan
tersebut. Puasa dapat kita teruskan melalui puasa-puasa sunat , seperti puasa
syawal, atau puasa senin-kamis. Bukankankah kita sudah terbiasa tidak makan
siang hari selama sebulan?. Solat sunat kita rutinkan kembali, seperti rawatib, duha ataupun tahajud.
Bukankah kita sudah terbiasa menambah jam solat selama sebulan? Al-quran jangan
kita tutup lagi dan disimpan di lemari. Walaupun jumlah ayatnya tidak sebanyak
yang dibaca ketika Ramadhan, yang penting
kita berusaha untuk tidak semakin jauh dari pedoman hidup kita. Bukankah selama
sebulan kita sudah terbiasa menyelingi kesibukan dengan membaca firman-Nya?.
Uang kita daripada terus diberikan ke
tukang konter pulsa atau ke warung-warung, lebih baik kita sisihkan untuk beramal. Uang
yang dibelanjakan di jalan Allah-lah yang benar-benar menjadi milik kita, bukan
apa yang terus kita genggan dan disimpan dalam dompet. Bukankah selama sebulan
kita sudah terbiasa menyisihkan rezeki kita?
3.
Menjaga dan memanfaatkan waktu
Dalam surah Al-Mukminun (23) ayat112-116,
Allah menggambarkan bahwa begitu cepat umur dan hari
berlalu, serta jawaban dari orang-orang yang menghabiskan umurnya dengan bermain-main
dan perbuatan yang sia-sia di hari Kiamat nanti. Kita tentu menginginkan agar
ketika kembali ke hadirat-Nya, kita membawa amalan ibadah yang cukup berkat
memanfaatkan waktu dengan baik. Kita juga tidak mau menjadi orang yang merugi
karena mengisi waktu untuk mengejar kesenangan duniawai semata.
Ramadhan mengajarkan kita untuk mengatur waktu dengan baik, agar dunia dan
akhirat dapat berjalan seiringan. Walaupun pada mulanya kita mungkin dipaksa
untuk melakukan hal tersebut. Misalnya saja ketika badan masih terbuai mimpi, kita
terpaksa bangun untuk sahur, sampai ada kesempatan untuk bisa qiyamul lail.
Ketika malam datang dan badan sudah terasa letih, seruan untuk solat terawih membuat kita
melangkah ke mesjid daripada ke kamar tidur. Ya… kadang memang harus ada
paksaan terlebih dahulu untuk mendisiplinkan diri.
Jika selama sebulan kita bisa
mengatur dan memanfaatkan waktu dengan baik, mengapa kita tidak bisa
melanjutkannya dibulan berikutnya?. Kita pasti bisa, ketangguhan kita sudah
teruji selama sebulan! Siang hari boleh saja kita habiskan untuk bekerja,
belajar, bermain, dan kesenangan duniawi lainnya. Tapi… minimal malam harinya
kita sempatkan diri untuk beribadah kepada Allah..
Saya
menulis ini bukan berarti saya lebih baik dari anda. Tapi saya ingin menuliskan
sesuatu yang bisa berguna untuk saya pribadi dan semoga juga untuk anda, dan
kita semua. Terakhir di penghujung tulisan ini, saya mengutip sebuah kalimat
yang berbunyi :
“Bulan Ramadhan memang tidak mungkin berlangsung satu tahun, tapi
kesempatan untuk mendulang pahala tetap terbuka. Caranya, Ramadhankan
hidup Anda. Pelihara supaya tensi ibadah tetap seperti ketika bulan
Ramadhan. Anda pasti bisa“ (Buku Ramadhankan Hidupmu oleh Dr.Aidh bin
Abdullah Al Qarni ).
“Bulan Ramadhan memang tidak mungkin berlangsung satu tahun, tapi
kesempatan untuk mendulang pahala tetap terbuka. Caranya, Ramadhankan
hidup Anda. Pelihara supaya tensi ibadah tetap seperti ketika bulan
Ramadhan. Anda pasti bisa“ (Buku Ramadhankan Hidupmu oleh Dr.Aidh bin
Abdullah Al Qarni ).
subhanalloh banget artikelnya :')
BalasHapussyukron alvin :)
BalasHapus