Langsung ke konten utama

“Cermin, bangunkan aku!”



Kau ibarat pedang bermata dua. Satu sisi yang kau miliki begitu bermanfaat untuk memberikan kesempatan melakukan banyak hal. Namun, jika salah digunakan, kau ibarat senjata yang memakan tuannya.

Kau adalah waktu. Meskipun aku sudah tahu tentang dua sisimu tersebut, tetap saja aku masih sering terjebak oleh tipu muslihatmu. Seringkali kau membuatku terlena hingga aku lupa entah sampai kapan Dia mengijinkanku untuk menikmatimu. Kesenanganmu didunia seringkali menyilaukan mata, sehingga membuatku lalai menggunakanmu untuk bekal di akhirat kelak.

Tahun ini sudah hampir ¼ abad aku menikmatimu. Kamu tahu apa yang sudah aku lakukan selama itu? Kesempatan yang Allah berikan untuk menikmati kebersamaan denganmu hanya kugunakan untuk kesenangan semu. Setiap hari yang berlalu hanya kuisi untuk memikirkan diriku sendiri. Aku semakin larut dalam fantasi semu. Semua isi pikiran semakin penuh oleh nafsu dunia yang semakin kukejar justru semakin tak berujung. Bahkan saking lekatnya kebersamaan denganmu, aku berpikir bahwa kita akan selalu bersama, esok hari dan esoknya lagi aku masih dapat memilikimu. Akibatnya hanya kata “menunda” dan  ‘bagaimana nanti” yang seringkali terucap. Padahal… esok hari atau bahkan dalam hitungan menit, jatah waktuku denganmu sudah mencapai titik batas.

Mungkin karena itulah, dibulan penuh rahmat ini, Allah memberikanku hadiah “cermin”. Melalui “cermin” itu, Dia seolah bicara dan memaksaku mendengarkan nuraniku. Cermin itu ia berikan melalui dua sosok istimewa yang menyapaku dengan cerita ketulusannya.  


Sosok pertama adalah seorang anak kelas 2 SD yang berjumpa denganku ketika dalam perjalanan pulang selepas diklat. Badannya kurus kering dan berpenampilan lusuh. Tenaganya sudah mulai letih karena berkeliling jauh untuk menjajakan dagangan takjilnya. Saat anak lain mengeluh menunggu adzan magrib dengan berleha-leha, ia justru sudah berpeluh keringat demi mengumpulkan uang untuk membantu ibunya membeli makanan berbuka. Dengan kepolosannya, ia mampu mengikis kekerasan hatiku yang selama ini semakin membeku.
(source image : jatengpos.com)

Seketika itu baru aku dapat mendengar suara hati nuraniku yang sebelumnya seringkali kuabaikan. Hati nurani yang tertawa dan mengolokku dengan pertanyaan “Hey! Kamu sudah melakukan apa saat seusianya? Masih merengek minta uang jajan? Masih sering marah saat keinginan tidak dapat dipenuhi? Masih sering menunjuk orangtua melakukan ini itu?” Hanya air mata tertahan yang dapat menjawab pertanyaan nurani itu. Ya… begitu banyak nikmat yang kuterima daripada anak ini, tapi semakin sedikit rasa syukur yang kuucap atas nikmat tersebut.

Belum lama berselang setelah perjumpaan itu, Allah kembali “mempertemukanku" dengan sosok kedua yang membawakanku cermin dari-Nya. Ia datang dari Palestina. Kabar tentangnya sedang menjadi trending topic di negaraku. Semua orang menjulukinya “angel of mercy” karena perbuatan yang ia lakukan.

Ya.. ia adalah sosok malaikat yang menyelamatkan nyawa banyak orang di medan perang. Tanpa gentar, ia akan berlari memberikan pertolongan untuk mereka yang terluka. Jangan tanyakan ketakutan tentang kematian yang mengancamnya, karena tujuannya berjuang memang untuk mencari ridho Allah dan mati di jalan-Nya adalah keinginannya. Dan… keinginan itu terwujud di bulan Ramadhan ini. Ia tewas tertembak saat sedang berjuang menyelamatkan nyawa orang lain. Pakaian medis yang ia kenakan, tidak membuat musuh mendengar nurani untuk tidak menyentuhnya. Ya… maklumlah mereka sudah tidak memiliki nurani, siapapuin akan dibantai tanpa terkecuali. 
(sorce image: IG @al_nightingale)


Nama sosok itu adalah Razan Ashraf al-Najjar. Ia adalah paramedis yang menjadi sukarelawan di Gaza. Gender tidak menghalangi niatnya untuk berjuang dalam misi kemanusiaan. Usianya baru 21 tahun, namun ia mampu memanfaatkan waktu yang Allah beri untuk menjadi sosok yang berguna untuk sesama, bukan hanya memikirkan diri sendiri sepertiku. Ketika jatah waktunya habis, ia meninggalkan kenangan mendalam bukan hanya untuk mereka yang berada di sekitarnya, tapi juga untuk seluruh pelosok negeri. Kabar kematiannya ditangisi jutaan umat di bumi. Peristiwa saat-saat kematiannya menjadi pelajaran penuh hikmah yang diteladani. Jenazahnya diantar oleh lautan manusia menuju tempat terakhirnya. Dan… pintu surga telah menyambutnya. Waktu dunia yang ia gunakan dengan baik, membuatnya memiliki bekal manis untuk waktunya di akhirat kelak. Waktu yang sebenarnya… tanpa kesemuan.

Aku tersadarkan karena cermin yang diberikan dua sosok tersebut. Cermin yang ku harap dapat terus membuatku berkaca diri. Bukan hanya hari ini tapi juga seterusnya. Membangunkanku dari kekhilafan bahwa waktu bukan hanya milikku untuk selamanya. Waktuku memiliki batas limit yang hanya Allah yang tahu. Cermin… tetap bangunakan aku untuk mengingatnya!

 

Komentar

Popular post

makalah emotional intelligence

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang             Kecerdasan intelektual seringkali menjadi ukuran sebagian besar orang untuk meraih kesuksesan. Banyak orang berpikir, dengan kemampuan intelektual yang tinggi, seseorang bisa meraih masa depan yang   cerah dalam hidupnya. Tidak heran, banyak orang tua selalu menekankan anaknya untuk meraih nilai sebaik mungkin agar kelak memiliki masa depan yang cemerlang. Sistem pendidikan di negara kita yang lebih menekankan pada prestasi akademik siswa atau mahasiswa juga semakin mendukung argumen tersebut. Padahal kenyataannya, kecerdasan intelektual bukanlah hal mutlak yang dapat menjamin kesuksesan seseorang.             Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa orang yang ber-IQ tinggi justru banyak yang mengalami kegagalan dalam karirnya. Sedangkan orang yang ber-IQ sedang justru dapat lebih sukses dari orang yang ber-IQ tinggi. Hal itu disebabkan karena ada satu kecerdasan yang lebih berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseoran

BOOK REPORT FILSAFAT MORAL

BAB   I PENDAHULUAN 1.1   Identitas Buku Judul buku       : Filsafat Moral Penulis                : James Rachels Cetakan              : ke enam Tahun terbit      : 2013 Penerbit              : Kanisius, Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55011 Halaman             : 394 lembar Harga                 : Rp. 52.000,00 Penerjemah       : A. Sudiarja 1.2   Latar Belakang Penulisan Persoalan-persoalan amoral dewasa ini dinilai semakin memprihatinkan. Banyak kalangan masyarakat yang berperilaku melawan aturan-aturan moral. Aturan yang semula ditaati demi terciptanya keteraturan sosial, kini dengan mudah ditentang oleh banyak kalangan. Perbuatan amoral seolah menjadi hal lumrah di masyarakat. Keteraturan sosial semakin jauh dari harapan. Perubahan zaman yang diwarnai dengan arus globalisasi dan modernisasi merubah segala etika dan aturan moral menjadi sesuatu yang kuno, sehingga banyak kalangan yang meninggalkannya. Degradasi moral yang melanda generasi m

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

A.     Pendahuluan Bahasa merupakan   alat komunikasi yang penting   agar manusia dapat saling berinteraksi dan berbagi informasi dengan manusia yang lain. Bahasa ada yang digunakan secara lisan, adapula yang digunakan dalam bentuk tulisan. Bahasa melengkapi anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Melalui bahasa, manusia dapat terus mengembangkan kemampuan menalar yang dimilikinya. Kemampuan menalar tersebut sangat penting untuk mengembangkan kemampuan manusia agar terus berkembang kearah kemajuan. Hal itulah yang membuat perkembangan manusia cenderung dinamis. Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia, maka penggunaan bahasa harus benar agar dapat dimengerti oleh manusia lain dan tidak menimbulkan kesalah pahaman, terutama dalam penggunakan bahasa tulisan. Dalam menulis, manusia tidak bisa sekehendak hati, tetapi harus mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Di Indonesia, aturan menulis harus sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Penetapan atur