Kau
ibarat pedang bermata dua. Satu sisi yang kau miliki begitu bermanfaat untuk
memberikan kesempatan melakukan banyak hal. Namun, jika salah digunakan, kau ibarat
senjata yang memakan tuannya.
Kau
adalah waktu. Meskipun aku sudah tahu tentang dua sisimu tersebut, tetap saja
aku masih sering terjebak oleh tipu muslihatmu. Seringkali kau membuatku
terlena hingga aku lupa entah sampai kapan Dia mengijinkanku untuk menikmatimu.
Kesenanganmu didunia seringkali menyilaukan mata, sehingga membuatku lalai
menggunakanmu untuk bekal di akhirat kelak.
Tahun
ini sudah hampir ¼ abad aku menikmatimu. Kamu tahu apa yang sudah aku lakukan
selama itu? Kesempatan yang Allah berikan untuk menikmati kebersamaan denganmu
hanya kugunakan untuk kesenangan semu. Setiap hari yang berlalu hanya kuisi
untuk memikirkan diriku sendiri. Aku semakin larut dalam fantasi semu. Semua
isi pikiran semakin penuh oleh nafsu dunia yang semakin kukejar justru semakin
tak berujung. Bahkan saking lekatnya kebersamaan denganmu, aku berpikir bahwa
kita akan selalu bersama, esok hari dan esoknya lagi aku masih dapat memilikimu.
Akibatnya hanya kata “menunda” dan ‘bagaimana
nanti” yang seringkali terucap. Padahal… esok hari atau bahkan dalam hitungan
menit, jatah waktuku denganmu sudah mencapai titik batas.
Mungkin
karena itulah, dibulan penuh rahmat ini, Allah memberikanku hadiah “cermin”.
Melalui “cermin” itu, Dia seolah bicara dan memaksaku mendengarkan nuraniku.
Cermin itu ia berikan melalui dua sosok istimewa yang menyapaku dengan cerita
ketulusannya.
Sosok
pertama adalah seorang anak kelas 2 SD yang berjumpa denganku ketika dalam
perjalanan pulang selepas diklat. Badannya kurus kering dan berpenampilan
lusuh. Tenaganya sudah mulai letih karena berkeliling jauh untuk menjajakan
dagangan takjilnya. Saat anak lain mengeluh menunggu adzan magrib dengan
berleha-leha, ia justru sudah berpeluh keringat demi mengumpulkan uang untuk
membantu ibunya membeli makanan berbuka. Dengan kepolosannya, ia mampu mengikis
kekerasan hatiku yang selama ini semakin membeku.
(source image : jatengpos.com) |
Seketika
itu baru aku dapat mendengar suara hati nuraniku yang sebelumnya seringkali
kuabaikan. Hati nurani yang tertawa dan mengolokku dengan pertanyaan “Hey! Kamu
sudah melakukan apa saat seusianya? Masih merengek minta uang jajan? Masih
sering marah saat keinginan tidak dapat dipenuhi? Masih sering menunjuk
orangtua melakukan ini itu?” Hanya air mata tertahan yang dapat menjawab
pertanyaan nurani itu. Ya… begitu banyak nikmat yang kuterima daripada anak
ini, tapi semakin sedikit rasa syukur yang kuucap atas nikmat tersebut.
Belum
lama berselang setelah perjumpaan itu, Allah kembali “mempertemukanku" dengan
sosok kedua yang membawakanku cermin dari-Nya. Ia datang dari Palestina. Kabar
tentangnya sedang menjadi trending topic di negaraku. Semua orang menjulukinya “angel
of mercy” karena perbuatan yang ia lakukan.
Ya..
ia adalah sosok malaikat yang menyelamatkan nyawa banyak orang di medan perang.
Tanpa gentar, ia akan berlari memberikan pertolongan untuk mereka yang terluka.
Jangan tanyakan ketakutan tentang kematian yang mengancamnya, karena tujuannya
berjuang memang untuk mencari ridho Allah dan mati di jalan-Nya adalah
keinginannya. Dan… keinginan itu terwujud di bulan Ramadhan ini. Ia tewas
tertembak saat sedang berjuang menyelamatkan nyawa orang lain. Pakaian medis
yang ia kenakan, tidak membuat musuh mendengar nurani untuk tidak menyentuhnya.
Ya… maklumlah mereka sudah tidak memiliki nurani, siapapuin akan dibantai tanpa
terkecuali.
(sorce image: IG @al_nightingale) |
Nama
sosok itu adalah Razan Ashraf al-Najjar. Ia adalah paramedis yang menjadi
sukarelawan di Gaza. Gender tidak menghalangi niatnya untuk berjuang dalam misi
kemanusiaan. Usianya baru 21 tahun, namun ia mampu memanfaatkan waktu yang Allah
beri untuk menjadi sosok yang berguna untuk sesama, bukan hanya memikirkan diri
sendiri sepertiku. Ketika jatah waktunya habis, ia meninggalkan kenangan
mendalam bukan hanya untuk mereka yang berada di sekitarnya, tapi juga untuk
seluruh pelosok negeri. Kabar kematiannya ditangisi jutaan umat di bumi.
Peristiwa saat-saat kematiannya menjadi pelajaran penuh hikmah yang diteladani.
Jenazahnya diantar oleh lautan manusia menuju tempat terakhirnya. Dan… pintu surga
telah menyambutnya. Waktu dunia yang ia gunakan dengan baik, membuatnya
memiliki bekal manis untuk waktunya di akhirat kelak. Waktu yang sebenarnya…
tanpa kesemuan.
Aku
tersadarkan karena cermin yang diberikan dua sosok tersebut. Cermin yang ku
harap dapat terus membuatku berkaca diri. Bukan hanya hari ini tapi juga
seterusnya. Membangunkanku dari kekhilafan bahwa waktu bukan hanya milikku
untuk selamanya. Waktuku memiliki batas limit yang hanya Allah yang tahu.
Cermin… tetap bangunakan aku untuk mengingatnya!
Komentar
Posting Komentar