Langsung ke konten utama

Sahabat dan Edcoustic dalam Metamorfosisku

     Malam semakin larut, namun mata masih tetap terjaga. Handphone masih setia menemani dalam genggaman. Jemariku masih lincah menjelajah setiap sudut layarnya. Sampai akhirnya, sebuah foto mampu menghentikan kelincahan jemari itu. Foto yang diambil bulan April lalu, dalam sebuah acara yang digelar oleh bidang kerohanian himpunan. Aku, entah bagaimana ceritnya mendapat kesempatan untuk berpartisipasi menjadi panitia. Civics Hukum Islamic Fair, nama acara itu tiba-tiba meluncur keluar dari lisanku. Seulas senyum terkembang ketika aku melihat potret bersama sahabat-sahabat dan edcoustic tersebut. Edcoustic... ya.. edcoustic.... grup nasyid yang memiliki cerita tersendiri dalam perjalanan ku mencari jati diri.

    2010 silam, tepatnya ketika aku pertama kali menginjakan kaki di sebuah SMA di Padalarang, aku mulai mengenal apa itu edcoustic. Bukan secara langsung, tetapi melalui perantara lantunan nada merdu yang dibawakan oleh Zulfikor, grup nasyid di SMA tersebut. Mereka menyambut kami, para siswa baru, dengan irama-irama menenangkan. Sayup-sayup suara itu menembus gendang telingaku. Mampu menyatukan kedua alis di keningku. "Itu lagu apa? Kenapa orang lain hapal, aku engga? Liriknya bagus, siapa penyanyi nya?” semua tanya itu bergelayut dalam pikiranku. Namun, sejenak dapat ditepis kembali oleh senandung merdu yang dinyanyikan oleh akang-akang Zulfikor tersebut.
    “Kata-kata cinta... terucap indah...
    Mengalir berdzikir di kidung doaku...
    Sakit yang kurasa... biar jadi... penawar dosaku...”
    Itulah sepenggal lirik lagu, yang akhirnya ku tahu berjudul “Muhasabah cinta”. Jenis musik yang asing di telingaku, namun begitu mudah bersahabat dengan hatiku. Dalam hitungan detik, ketenangan langsung menyergap kalbu. Membuat terik mentari siang itu tidak lagi terasa menyengat seperti sebelumnya. Aku larut dalam euforia penampilan nasyid tersebut.
    Rupanya sejuta tanya dalam pikiranku terus menuntut aku untuk mencari jawabannya. Namun, aku tak tahu harus bertanya kepada siapa, di dunia baru SMA tersebut. Belum ada teman dekat yang dapat ku ajak berbagi. Akhirnya rasa penasaran itu harus ku simpan dalam hatiku. Menunggu kapan tiba waktunya tanya itu akan terjawab.
    Sebenarnya, aku tahu cara mudah untuk menemukan jawaban itu, yaitu dengan bergabung bersama rohis SMA, Forum Silaturahmi Remaja Masjid (FSRM) namanya. Namun... entahlah sejuta keraguan masih membayangi langkahkku. Aku ingin bergabung, namun... godaan untuk langsung pulang selepas pelajaran usai, seolah mampu menawar niat yang mulai membulat.
    Beberapa minggu duduk di bangku SMA, akhirnya aku menemukan teman-teman yang mampu membuatku nyaman. Merekalah yang akhirnya membawaku pada jawaban tentang lagu ketika MOS itu. Lewat HP salah seorang teman, telingaku seolah langsung menangkap nada yang tidak asing itu. Ya! Itu lagu yang dinyanyikan ketika MOS! Spontan aku mencerca temanku dengan rentetan pertanyaan. Dia awalnya shock melihat aku yang dimatanya pendiam, mendadak histeris seperti itu. (Hahaha.. dia baru menyadari orang yang dianggap pendiam itu aslinya seperti apa -,-)
    Siti, itulah nama temanku yang dengan sabar memberitahu ku tentang penyanyi lagu itu. Edcoustic, akhirnya aku tahu penyanyi asli dari lagu yang begitu menyentuh itu. Tidak berhenti sampai disitu, Siti juga mengirimkan lagu-lagu nasyid yang ada di HP nya untukku. Disitulah Allah mulai menyadarkanku. Telinga yang dulunya lebih akrab dengan suara penyanyi rock n roll dan lagu penuh makna cinta yang mendayu-dayu, kini mulai dirasuki oleh lagu-lagu positif yang terkadang mampu membuat air mata teruarai. Ah... ini dunia yang seharusnya sedari dulu aku cari.
    Allah rupanya semakin berbaik hati membuka hidayahnya untukku. Suatu siang di hari Jumat, entah mengapa mata ini tidak bisa lepas menatap sanggar rohis yang terletak dekat masjid itu. Wajah-wajah yang teduh itu seolah memanggilku untuk mendekat. Namun.... memang begitu sulit untuk memulai kebaikan. Hampir saja aku lebih menuruti langkah kaki untuk pulang, sebelum akhirnya Venti, Siti dan Destara menghadang langkahku. Mereka yang sudah lebih dulu bergaung dengan rohis itu, mengulurkan tangan untuk mengajakku ikut bergabung.
    Mereka tahu, aku sangat ingin bergabung, namun selalu diliputi oleh keraguan. Di mataku mereka seolah malaikat yang Allah utus untuk meyakinkan aku yang masih “bandel” ini. Dengan ragu, aku akhirnya mengikuti mereka. Memang awalnya terasa asing, namun... keramahan mereka mampu mengubah rasa asing itu menjadi kenyamanan. Aku yang mulanya merasa “sudah terlambat untuk bergabung” kini berganti “untung masih sempat bergabung”.

    Rohis itulah yang akhirnya perlahan mengubah duniaku. Aku mulai akrab dengan kajian-kajian keislaman, mentoring, dan semakin akrab mendengarkan lagu-lagu nasyid. Aku juga bisa lebih memaknai penciptaan alam semesta ini, melalui kegiatan rihlah. Keindahan alam yang biasanya ku lihat tanpa makna, dapat terasa berbeda jika dengan mereka. Aku bersyukur, Allah mempertemukan aku dengan keluarga ini.
    Namun... satu hal yang kini ku sesali, dulu... aku belum sepenuhnya serius belajar di rohis itu. Aku masih sering menuruti rasa letih selepas kewajiban akademik dan memilih untuk “kabur” dari kumpulan rutin setiap minggu. Mentoring juga “belang betong” ku ikuti. Dampaknya, pemahaman yang ku dapat belum maksimal untuk mengenal Islam lebih dalam.
    Tidak disangka, 5 tahun kemudian, di tahun 2015 ini aku dapat bertemu secara langusng dengan personil edcoustic, meskipun tidak lengkap. Salah satu personilnya sudah menghadap ke hadirat Allah Swt. Atmosfir kedamaian yang dulu kurasakan, kembali lebih hikmat ku nikmati. Apalagi ditambah dengan cerita-cerita inspiratif yang disampaikan disela-sela membawakan lagu nasyid. Aku belajar bahwa karya dapat membuat nama kita dikenal abdi meski telah tiada. Aku tersadarkan bahwa hidup akan lebih bermakna jika dapat berguna untuk orang lain. “Korban” dari karya-karya edcoustic itu salah satu adalah aku sendiri. Korban yang akhirnya mulai tersentuh untuk menemukan cahaya cinta-Nya melalui lirik-lirik lagu yang edcosutic ciptakan. Ya... edcoustic kembali memberiku pelajaran yang berarti, bahwa hidup harus memiliki karya, jangan berlalu tanpa makna.
    Pertemuanku dengan edcoustic mungkin tidak akan terjadi jika Allah tidak kembali mengirimkan “malaikat-malaikat”nya. Di masa kuliah ini, Allah kembali mengirimkan sahabat-sahabat yang luar biasa, yang senantiasa mengajakku untuk berjalan di jalan-Nya. Beberapa bulan sebelum acara itu digelar, aku mendapat tawaran untuk bergabung dengan panitia CHIF. Saat itu aku mungkin sedang dalam keadaan “sadar” sehingga dengan mudah aku mengatakan “iya”. Selama rapat kegiatan berlangsung, aku dapat lebih dekat dengan anggota bidang kerohanian. Virus-virus kebaikan merekapun secara sadar ataupun tidak, mulai menular. Aku belajar bagaimana makna ikhtiar yang senantiasa tidak lepas dari doa dan berpasarah diri kepada Allah. Aku merasakan bagaimana rasa kekeluargaan yang dilandasi oleh rasa cinta berjuang dijalan-Nya dapat begitu terasa menyejukkan siapapun yang berada dalam lingkaran mereka.
    Untuk kesekian kalinya, “malaikat” itu juga membantuku menemukan jalan yang sempat buntu. Sahabat-sahabatku mengajakku bergabung dengan lembaga dakwah di kampusku. Mereka yang secara langsung atau melalui gurauan mengajakku untuk mendaftarkan diri, seolah tidak lelah meyakinkanku. Aku selalu bertanya “kegiatannya ngapain? Ada bagian apa aja? Aduh... da bingung masuk mananya?” selalu dijawab dengan mudah oleh mereka. Akhirnya, setelah terlambat setahun (kelamaan loading jadi terlambat terus) dari rekan-rekan seangkatanku, aku resmi bergabung dengan lembaga dakwah di kampusku, LDK UKDM namanya.
    Aku merasakan kehangatan keluarga seperti ketika rohis dulu. Semoga, kali ini aku bisa menebus ketidak seriusan ku ketika SMA dulu di masa kuliah ini. Aku tahu, godaan pasti selalu ada untuk “meninggalkan” lembaga dakwah ini. Namun... aku berharap, disaat aku sudah semakin melemah dengan godaan itu, Allah akan mengirim “malaikat” nya untuk menguatkanku kembali.
    Untuk sahabat-sahabatku... terima kasih atas segalanya. Tanpamu, aku semakin kehilangan arah. Terima kasih telah menerima rima suryani dalam hidup kalian. Kalian anugrah terindah yang Allah kirimkan untukku. Jangan pernah lelah untuk menemaniku, jangan meninggalkanku ketika aku mulai salah melangkah, tetaplah disampingku untuk kembali menuntuntunku...^^
   
   

Komentar

  1. Rima.. tth sampai netes air mata bacanya.. :')
    Hatur nuhun ya rima atas semuanya.. maaf bila tth slalu menyebalkan.. :'D
    Tetap terus semangat #BerkaryaUntukDakwah :D

    BalasHapus
  2. hehe.. rima yang harusnya makasih teh, makasih banyak atas semua pelajarannya :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular post

makalah emotional intelligence

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang             Kecerdasan intelektual seringkali menjadi ukuran sebagian besar orang untuk meraih kesuksesan. Banyak orang berpikir, dengan kemampuan intelektual yang tinggi, seseorang bisa meraih masa depan yang   cerah dalam hidupnya. Tidak heran, banyak orang tua selalu menekankan anaknya untuk meraih nilai sebaik mungkin agar kelak memiliki masa depan yang cemerlang. Sistem pendidikan di negara kita yang lebih menekankan pada prestasi akademik siswa atau mahasiswa juga semakin mendukung argumen tersebut. Padahal kenyataannya, kecerdasan intelektual bukanlah hal mutlak yang dapat menjamin kesuksesan seseorang.             Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa orang yang ber-IQ tinggi justru banyak yang mengalami kegagalan dalam karirnya. Sedangkan orang yang ber-IQ sedang justru dapat lebih sukses dari orang yang ber-IQ tinggi. Hal itu disebabkan karena ada satu kecerdasan yang lebih berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseoran

BOOK REPORT FILSAFAT MORAL

BAB   I PENDAHULUAN 1.1   Identitas Buku Judul buku       : Filsafat Moral Penulis                : James Rachels Cetakan              : ke enam Tahun terbit      : 2013 Penerbit              : Kanisius, Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55011 Halaman             : 394 lembar Harga                 : Rp. 52.000,00 Penerjemah       : A. Sudiarja 1.2   Latar Belakang Penulisan Persoalan-persoalan amoral dewasa ini dinilai semakin memprihatinkan. Banyak kalangan masyarakat yang berperilaku melawan aturan-aturan moral. Aturan yang semula ditaati demi terciptanya keteraturan sosial, kini dengan mudah ditentang oleh banyak kalangan. Perbuatan amoral seolah menjadi hal lumrah di masyarakat. Keteraturan sosial semakin jauh dari harapan. Perubahan zaman yang diwarnai dengan arus globalisasi dan modernisasi merubah segala etika dan aturan moral menjadi sesuatu yang kuno, sehingga banyak kalangan yang meninggalkannya. Degradasi moral yang melanda generasi m

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

A.     Pendahuluan Bahasa merupakan   alat komunikasi yang penting   agar manusia dapat saling berinteraksi dan berbagi informasi dengan manusia yang lain. Bahasa ada yang digunakan secara lisan, adapula yang digunakan dalam bentuk tulisan. Bahasa melengkapi anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Melalui bahasa, manusia dapat terus mengembangkan kemampuan menalar yang dimilikinya. Kemampuan menalar tersebut sangat penting untuk mengembangkan kemampuan manusia agar terus berkembang kearah kemajuan. Hal itulah yang membuat perkembangan manusia cenderung dinamis. Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia, maka penggunaan bahasa harus benar agar dapat dimengerti oleh manusia lain dan tidak menimbulkan kesalah pahaman, terutama dalam penggunakan bahasa tulisan. Dalam menulis, manusia tidak bisa sekehendak hati, tetapi harus mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Di Indonesia, aturan menulis harus sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Penetapan atur