Bulan Ramadhan sudah tiba. Seluruh muslim di bumi ini begitu suka cita menyambut bulan yang penuh rahmat ini. Bulan yang penuh dengan aura positif, karena semua orang berlomba-lomba beribadah dan melakukan kebaikan. Salah satu ibadah yang paling dirindukan adalah ibadah shalat tarawih. Bagimana tidak, salat tersebut memang hanya dapat dilakukan ketika Ramadhan tiba. Jumlah rakaatnya beragam, ada yang 11 ada juga yang 23. Jumlah rakaat yang banyak tersebut terkadang membuat jamaah berpintar-pintar diri. Sejumlah siasat dilakukan, mulai dari mencari masjid yang jumlah rakaat tarawihnya sesuai dengan keinginannya sampai mencari imam yang bacaannya cepat dan surat yang dibaca pendek-pendek. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan agar cepat pulang ke rumah untuk meneruskan makan (*eh). Untuk mencapai tujuan tersebut, terkadang ada yang sengaja menjelajah masjid untuk melihat kriteria yang diinginkannya ada atau tidak. Tidak jarang, ketika salah memilih masjid (karena bacaan imamnya panjang dan lama), seringkali jamaah ada yang menggerutu.
Selain menggerutu, ada juga jamaah yang seringkali "kehilangan kesadaran alias melamun" ketika bacaan imam diperkirakan akan lama. Ada yang memanfaatkan waktu untuk merenggangkan otot sambil asyik melamun memikirkan kejadian yang dialami. "Tadi pas buka kolek masih kesisa, aduh manisnya masih nempel di lidah. Abis teraweh langsung digarap lagi ah. Eh, tapi mas baso depan masjid... aduh aromanya menggoda. Beli ga ya? aduh takut kekenyangan. Tapi.. em.. kebayang-bayang terus enaknya. " Terus saja banyak pikiran yang mengganggu kekhusyuan shalat, sebelum akhirnya lamunan tersebut terganggu sekejap ketika pergantian gerakan shalat. "Eh, udah rukuk, rukuk dulu ah. Tadi sampe mana, oh iya... beli ga ya... besok aja lagi gitu ya? Tapi kalo besok si mas nya ga jualan, ah nyesel keterusan." Begitu seterusnya bahkan sampai beberapa topik lamunan di perdebatkan dengan diri sendiri, hingga akhirnya tidak sadar sudah tahiyat akhir.
Apa sebenarnya penyebab kita seringkali kesal dan menggerutu ketika imam bacaannya panjang? atau bahkan membuat kehilangan fokus dan melamun sepanjang shalat? Jawabannya adalah karena kita tidak paham dengan apa yang sedang dibaca oleh imam. Menurut KH. Abdullah Gymnastiar, hal itu dapat diibaratkan kita sedang merantau tanpa bekal modal bahasa dan pemahaman tentang daerah yang dituju. Ketika ada penduduk menyapa kita, kita hanya dapat menebak apa yang dikatakannya. Karena tidak mengerti bahasa daerahnya, kita hanya mengangguk sambil bingung dan lamunan sendiri. Kemudian, karena merasa obrolan dengan penduduk tersebut akan panjang, kita mulai merasa jengkel dan mencari-cari alasan untuk berpamitan. Padahal, penduduk itu sedang menyatakan rasa senangnya kepada pendatang, serta kesediannya memberi tumpangan menginap dan makan gratis, dan dengan senang hati pula memandu kita agar tidak tersesat ke tempat yang banyak binatang buas.
KH. Abdullah Gymnastiar menggambarkan begitulah keadaan kita jika tidak hafal atau tidak tahu arti yang dibaca imam. Setelah imam bertakbir, kita hanya menebak kapan kira-kira bacaannya sampai pada "Waladhdhaalliin", supaya bisa mengambil nafas dan mengatakan "Amiiiinnnn". Padahal kita tidak mengerti apa yang sedang dimohonkan kepada Allah SWT. Kita hanya pura-pura berpikir postif, "Mustahil imam macam-macam." Tapi jika bacaan selanjutnya dirasa mulai panjang, maka mulailah kita mengambil wilayah sendiri, melamunkan kata-kata "bengis" yang tepat disematkan kepada imam.
Bekal agar kita dapat memahami apa yang dibaca oleh imam sehingga dapat ikut terhanyut dalam kekhusyuan shalat adalah dengan memahami Al-Qur'an. Kita tidak hanya sekedar belajar membaca huruf Arab yang terdapat dalam Al-Qur'an tetapi juga belajar membaca terjemahannya dan memahami kandungannya. Bahkan akan lebih bagus jika dapat menghafalnya. Kita renungkan apa yang diterangkan dalam Al-Qur'an supaya tidak asal menuduh ketika imam bacaannya panjang, justru dianggap "mendzalimi" kita atau "menyita" waktu shalat kita lebih lama.
Dengan memahami Al-Quran setidaknya agar kita tahu apa yang dibaca imam dan ikut menyimak bacaannya. Hal itu dapat mengurangi bahkan mencegar "pikiran liar" kita menjadi tidak terkendali ketika sedang menghadap sang Pencipta. Memahami dan merenungi kandungan Al-Quran tentu tidak hanya untuk menjaga hubungan baik antara kita dan imam ketika salat saja, namun juga digunakan sebagai pedoman bagi kita untuk menlani hari demi hari. Al-Qur'an yang memiliki kata dan makna yang sangat indah itu dapat menjadi penerang tentang makna kehidupan.
Daftar Pustaka
Gymnastiar, Abdullah. 2015, 23 Maret. Mengapa Memusuhi Imam Ketika Salat?. Inilah Koran, halaman A1 dan A7
Waah bisa nih dimasukin ke ukdm.ukm.upi.edu :D
BalasHapus