Langsung ke konten utama

Lihat realita, bukan hanya ilusi semata

Satu hal didunia ini yang tidak pernah kembali, yaitu waktu. Meski satu detik, waktu tidak akan pernah bersedia untuk mengulang kembali. Oleh karena itu, banyak kata mutiara ataupun dalil yang menguraikan tentang betapa berharganya waktu untuk terus mengingatkan manusia. Salah satunya dalam surat Al-Asr ayat 1-3 yang dengan tegasnya mengingatkan manusia untuk memanfaatkan waktu agar terhindar dari kerugian. Imam Syafii juga sudah memberikan nasehat “jika kamu tidak disibukkan dengan kebenaran, maka kamu akan disibukkan dengan kebatilan.” Selain itu, waktu juga sering disamakan dengan pedang dan uang agar manusia mengerti betapa berharga nilainya.

Namun, apakah semua itu benar-benar ampuh untuk mengingatkan manusia tentang waktu? Sebagian iya, sebagian lainnya mungkin tidak. Jika kamu bertanya aku termasuk yang mana, maka ku akui aku termasuk yang tidak. Karena itulah alasan ku mengapa malam ini jemariku kembali menari diatas keyboard dan menyajikannya kepadamu. Aku tidak ingin lupa lagi. Bukankah tulisan adalah cara terbaik untuk mengabadikan momen karena keterbatasan ingatan?

Kamu tahu bahwa waktu kadang berlalu tanpa terasa? Rasanya baru kemarin kamu menikmati suatu momen dan ternyata momen itu sudah berlalu cukup lama. Itu yang aku rasakan saat reunian kecil bersama teman-teman hari ini. Namanya juga reuni, pasti tidak akan lepas dari membicarakan kenangan-kenangan masa sekolah yang masih melekat kuat. Namun siapa sangka,
obrolan ringan itu, justru menjurus menjadi hal lebih serius dan mampu menyentil hatiku. Seolah berkata “Hallo im, kamu ngapain selama ini?!”

Jika kamu penasaran tentang isi obrolan itu, akan ku kuak sedikit disini. Pertama, kami hanya saling bercanda tentang jodoh. Biasalah, mendekati ¼ abad usia, siapa yang tidak risau memikirkan tentang pasangan hidup kelak. Ingat, waktu berlalu tanpa terasa bukan? Dan tentunya kami merasa bahwa kami juga bukan anak sekolah yang belum terpikirkan tentang menikah. Untunglah ada salah satu teman kami yang sudah menikah dan memiliki anak, membagikan tips dan triknya. Awalnya kami semua tertawa mendengarkan ceritanya, biasalah kaum baper yang hanya bisa berimajinasi manis mendengar semua penuturannya.

Namun tawa itu terhenti dan berubah menjadi diskusi serius sesaat setelah ia berkata “Namun pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan. Banyak hal yang harus dipikirkan. Tentang 2 keluarga yang berbeda, dan tentang mendidik anak,” begitu inti dari perkatannya. Dimulailah diskusi tentang beban besar orangtua mendidik anaknya. Apalagi seorang ibu, madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ditambah lagi tentang perbedaan zaman seperti sekarang, dimana semua serba paradoks.

Aku terpana mendengar teman-temanku berkata seperti ini, “Aku ingin jadi wanita yang bisa mendidik anak-anaknya menjadi hebat, bisa jadi orang besar di negara ini untuk memperbaiki bangsa ini. Aku ga bisa melakukan itu, aku lelah negaraku jadi kacau seperti ini, setidaknya aku masih memiliki harapan bahwa anakku bisa melakukannya.” Harap dicatat, orang yang berkata tentang ini bukan anak yang mengambil jurusan tata negara, pkn, atau ilmu politik, tapi orang MIPA. Aku yang anak IPS dan mengambil jurusan kuliah serumpun dengan politik dan hukum negara sama sekali tidak pernah terlintas memikirkan itu. Entah aku terlalu lelah dengan kondisi negaraku, entah aku terlalu apatis, aku tidak peduli!

Aku semakin terpana saat temanku yang lain menambahkan “Pilihlah suami yang mengerti agama, yang dapat membimbing kita dan anak-anak kita. Utamakan kejujuran dalam pendidikan, bukan nilai akademis semata. Bentuklah anak menjadi kritis bukan menjadi penakut untuk mengungkapkan kejujuran.”

Ya, nilai kejujuran, hal yang semakin langka untuk ditemukan. Satu hal yang memporakporandakan negara kita hingga berbagai macam kericuhan terjadi. Kurangnya kekritisan, yang membuat orang tidak dapat membedakan mana yang benar dan salah, mana yang harus dibela dan dilawan.

Kuncinya adalah pendidikan. Karena itulah kita sepakat untuk menjadi perempuan hebat yang dapat diandalkan kelak. Ditengah berbagai krisis yang melanda, setidaknya itu yang bisa kita perbuat, mempersiapkan generasi penerus bangsa yang lebih berkualitas.

Obrolan itu akhirnya juga membuka mataku dari semua ilusi selama ini. Membangunkan ku dari mimpi masa muda yang hanya ingin menikmati kesenangan. Menyadarkanku bahwa aku harus mulai bergerak meski mungkin terlambat.

Karena jujur saja saat ini jiwa mudaku masih berontak. Daripada memikirkan masalah bangsa yang menurutku menambah sakit kepala, aku lebih suka menghabiskan berjam-jam waktu melihat oppa-oppa dari negeri ginseng sana. Saking menikmati pemberontakan itu, aku menjadi apatis dan lupa akan segala hal. Lupa…. terlalu banyak waktu yang kusia-siakan untuk mempersiapkan hari itu datang. Hari dimana aku harus menjadi madrasah terbaik untuk anak-anakku. Hari dimana aku harus bisa jadi orang yang berguna untuk agama, bangsa dan negaraku. Hari dimana semua kenikmatan ilusi itu harus hilang dan aku harus memandang realita bahwa hidup tak selamanya berwarna cerah.

Terima kasih untuk hari ini teman, telah membangunkanku dari semua ilusi palsuku. Mari berjuang. Aku harap, kita masih bisa mengenang masa lalu, menikmati masa kini dan meniti masa depan bersama-sama.
   

Komentar

Popular post

Semangat Berkarya dari UPI untuk Indonesia

serbuan putih hitam... hehe Ada suasana yang berbeda di UPI ketika tanggal 26-29 Agustus kemarin. UPI diserbu oleh ribuan orang berbaju putih hitam. Eits.... jangan berpikir kalau ada magang kerja massal atau ada gerakan demo mahasiswa karena kelangkaan BBM akhir-akhir ini. Lantas, ada apakah gerangan??? Wah... ternyata penyebabnya karena ada MOKA-KU (Masa Orientasi Kampus dan Kuliah Umum) untuk menyambut para mahasiswa baru...^_^   Horeee!!! Punya ade baru... ade nya banyak lagi, sampai ribuan orang. Haha...             Setahun yang lalu, aku ada di posisi yang sama dengan mereka. Kemeja putih, kerudung putih, rok hitam, plus atribut name tag khas untuk identitas mahasiswa baru. Tidak lupa dengan beragam barang bawaan yang ditugaskan panitia. Aku hanya tersenyum simpul ketika melihat ade-ade ku yang baru. Aku mengerti perasaan dan segala kerepotan mereka mengikuti MOKA-KU, karena aku juga pernah menjadi seperti itu....

Makalah Ilmu Negara

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Keberadaan suatu institusi yang bernama negara tidak dapat dielakkan, hal ini karena kodrat manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan perangkat yang menjadi ikatan kebersamaan dalam kontrak sosial antar manusia.Perangkat institusi yang bernama negara diharapkan menjadi wadah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa atau konflik dan menjaga kedamaian sosial.Dengan alasan tersebut, maka negara memiliki faktor penting dalam kehidupan manusia. Disamping banyaknya orang   membicarakan tentang Negara, tetapi mereka belum mengenal seluk-beluk atau pengetahuan dan wawasan tentang Negara. Maka dari itulah penulis berinisiatif untuk membuat makalah mengenai “Konsep Dasar Ilmu Negara”. B.      Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat merusmuskan masalah makalah ini sebagai berikut. a.        Apa pengertian ...

Allah Dulu, Allah Lagi, Allah Terus

            Sayup-sayup suara adzan membangunkan ku dari tidur lelapku. Namun, badanku masih terasa sangat letih untuk ku ajak bangkit menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Udara dingin seolah semakin membelaiku untuk kembali menarik selimut. Akhirnya… tak kuhiraukan suara panggilan untuk segera memenuhi panggilan Allah. Kembali ku teruskan mimpi yang sempat terputus. Namun… baru sebentar ku terlelap, suara ayam berkokok dari HP ku sudah kembali mengganggu. Dengan malas ku matikan alarm yang sudah semakin nyaring bunyinya.             “Aduh! Ini ayam berisik banget! Lima menit lagi ya yam. Nanti bangunin lagi.” Gumamku setengah sadar, sambil mengatur alarm kembali.             Namun… kali ini aku benar-benar terlelap. Tak kudengar lagi suara ayam berkokok atau bunyi apapun yang membangunkanku. Sinar hangat men...