Langsung ke konten utama

Aku [Masih] Bersyukur Terlahir di Negara Ini

    
      Kamu tahu Indonesia? Sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Negara yang berbentuk kepulauan dengan ratusan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Negara yang subur dengan kekayaan Sumber Daya Alam yang melimpah ruah. Konon katanya, sebatang kayu yang ditancapkan disana dapat tumbuh karena begitu suburnya. Itulah mengapa negara ini mendapat sebutan zamrud kathulistiwa. Keindahan bumi pertiwi ini sampai dibadikan dalam lagu yang dibawakan oleh grup Koes Ploes.
    Di negeri itulah aku lahir, dibesarkan, dan mungkin akan menutup mata. Aku bersyukur, Allah menakdirkanku untuk berada disini. Namun, syukurku seringkali memudar ketika aku melihat berbagai polemik negeri yang tak pernah habis-habisnya. Setiap hari, suguhan berita televisi, surat kabar dan internet tidak pernah absen mengabarkan permasalahan rumit negara ini. Mulai dari kriminalitas, masalah kesejahteraan masyarakat, permainan kotor para politikus, korupsi, kebijakan pemerintah yang kontroversial, permasalahan lingkungan yang tidak pernah menemukan titik terang, dan sejuta permasalahan menumpuk lainnya. Berada di jurusan kuliah yang memaksaku untuk akrab dengan kondisi Indonesia yang sebenarnya, membuatku pernah terbersit keinginan "Andai aku lahir di negara maju yang sejahtera, pasti akan lebih bahagia".
    Aku bosan mendengar dan membaca predikat buruk yang diberikan orang-orang di negeri sebrang tentang negara ini. Negara terkorup di dunia lah, tingkat kejahatan tertinggi lah, tempat pengedaran narkoba lah, dan "prestasi-prestasi" yang membuat kepala menunduk ketika mengatahuinya. Seringkali aku bertanya, "Kenapa pemerintah begini... begitu...", Kenapa tidak seperti negara ini, negara itu, jadinya bisa begini, bisa begitu.." Hal-hal itulah yang seringkali membuat rasa syukurku semakin memudar yang menyebabkan kecintaan ku pada negeri ini juga semakin menyusut.
    Namun... satu hal yang akhirnya  bisa mengembalikan rasa syukur dan meningkatkan kembali rasa cintaku, yaitu "agama". Ya... agama, kunci utama aku masih bersyukur terlahir di negara ini. Rasa toleransi dan dasar-dasar keagamaan masih melekat di bumi pertiwi. Semua kebijakan yang diambil tidak boleh bertentangan dengan dasar tertinggi negara, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana nilai-nilai keagamaan sudah terintegrasi didalamnya. Syukurku semakin bertambah karena agama Islam merupakan mayoritas agama yang dianut oleh penduduk Indonesia. Bahkan, Indonesia disebut sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbanyak di dunia. Hal itu menimbulkan kemudahan dan kenyamanan tersendiri dalam melaksanakan ibadah.
    Beberapa bulan lalu , secara tidak sengaja yang berawal dari obrolan ringan bersama teman-teman, kami melakukan kajian ringan. Obrolan itulah yang akhirnya semakin menyadarkanku, betapa aku harus bersyukur tinggal di negara ini. Temanku mengatakan, ia memiliki impian untuk kuliah di luar negeri, namun impian itu kini mulai ia ragukan. Penyebabnya adalah kenyamanan beribadah di luar negeri. Temanku mendapatkan cerita dari temannya yang sudah belajar di luar negeri bahwa temannya dipaksa untuk melepas jilbab ketika di foto untuk keperluan akademik. Tentu hal itu akan menjadi dilema tersendiri. Selain itu, faktor lingkungan dan pergaulan yang lebih bebas tentu berbeda dengan lingkungan Indonesia, sehingga memerlukan kesiapan iman yang lebih kuat jika tidak ingin ikut terjerumus.
`    Obrolan ringan itu membuatku termenung sejenak. Sekacau-kacaunya Indonesia, aku masih dapat menemukan kenyamanan beribadah disini. Adzan masih sering kudengar berkumandang dari setiap masjid, setiap muslimah bebas mengenakan jillbab, tempat belajar agama tersebar dimana-mana, lingkungan yang masih kondusif, makanan halal mudah didapatkan, musholla di tempat umum dan tempat belajar mudah ditemukan, dan masih banyak kenyamanan lain yang dapat dirasakan. Hal tersebut tentu berbanding terbalik dengan di luar negeri. Makanan halal seolah menjadi barang langka, tempat solat sulit ditemukan, lingkungan sering menguji iman, banyak pelarangan dari pemerintah yang merugikan umat muslim, dan kesulitan-kesulitan lainnya.
    Di bulan Ramadhan ini, aku seolah semakin tersadarkan betapa beruntungnya lahir di negeri pertiwi ini. Sebuah berita di media online tentang pelarangan umat muslim di Cina untuk berpuasa akhirnya menyadarkanku bahwa sebobrok-bobroknya moral pemerintah Indonesia, mereka masih tidak sekejam negara lain yang tega merenggut hak asasi warga negaranya. Teringat pula suku Rohingnya Myanmar yang tega dibantai sampai akhirnya mereka terluntang-lantung di negeri orang karena kekejaman pemerintahnya. Ah.. ya benar, negeri ini masih jauh lebih baik.
    Satu harapanku untuk negara ini, semoga semua kenyamaan ini masih dapat terus dirasakan. Semoga pemerintah tidak salah mengambil kebijakan dan berhati-hati dalam perkataan agar tidak merugikan salah satu kalangan (contoh: pelarangan polwan berjilbab). Semoga dan semoga, semua elemen negeri ini, baik warga negara maupun pemerintah dapat memperbaiki keadaan bangsa ini menjadi lebih baik, sehingga semua warga negara dapat lebih bersyukur terlahir di negara Indonesia. Dan semoga, budaya ketimuran masih tetap dapat kita jaga, ditengah arus globalisasi yang semakin menggila.

Komentar

Popular post

makalah emotional intelligence

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang             Kecerdasan intelektual seringkali menjadi ukuran sebagian besar orang untuk meraih kesuksesan. Banyak orang berpikir, dengan kemampuan intelektual yang tinggi, seseorang bisa meraih masa depan yang   cerah dalam hidupnya. Tidak heran, banyak orang tua selalu menekankan anaknya untuk meraih nilai sebaik mungkin agar kelak memiliki masa depan yang cemerlang. Sistem pendidikan di negara kita yang lebih menekankan pada prestasi akademik siswa atau mahasiswa juga semakin mendukung argumen tersebut. Padahal kenyataannya, kecerdasan intelektual bukanlah hal mutlak yang dapat menjamin kesuksesan seseorang.             Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa orang yang ber-IQ tinggi justru banyak yang mengalami kegagalan dalam karirnya. Sedangkan orang yang ber-IQ sedang justru dapat lebih sukses dari orang yang ber-IQ tinggi. Hal itu disebabkan karena ada satu kecerdasan yang lebih berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseoran

BOOK REPORT FILSAFAT MORAL

BAB   I PENDAHULUAN 1.1   Identitas Buku Judul buku       : Filsafat Moral Penulis                : James Rachels Cetakan              : ke enam Tahun terbit      : 2013 Penerbit              : Kanisius, Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55011 Halaman             : 394 lembar Harga                 : Rp. 52.000,00 Penerjemah       : A. Sudiarja 1.2   Latar Belakang Penulisan Persoalan-persoalan amoral dewasa ini dinilai semakin memprihatinkan. Banyak kalangan masyarakat yang berperilaku melawan aturan-aturan moral. Aturan yang semula ditaati demi terciptanya keteraturan sosial, kini dengan mudah ditentang oleh banyak kalangan. Perbuatan amoral seolah menjadi hal lumrah di masyarakat. Keteraturan sosial semakin jauh dari harapan. Perubahan zaman yang diwarnai dengan arus globalisasi dan modernisasi merubah segala etika dan aturan moral menjadi sesuatu yang kuno, sehingga banyak kalangan yang meninggalkannya. Degradasi moral yang melanda generasi m

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

A.     Pendahuluan Bahasa merupakan   alat komunikasi yang penting   agar manusia dapat saling berinteraksi dan berbagi informasi dengan manusia yang lain. Bahasa ada yang digunakan secara lisan, adapula yang digunakan dalam bentuk tulisan. Bahasa melengkapi anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Melalui bahasa, manusia dapat terus mengembangkan kemampuan menalar yang dimilikinya. Kemampuan menalar tersebut sangat penting untuk mengembangkan kemampuan manusia agar terus berkembang kearah kemajuan. Hal itulah yang membuat perkembangan manusia cenderung dinamis. Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia, maka penggunaan bahasa harus benar agar dapat dimengerti oleh manusia lain dan tidak menimbulkan kesalah pahaman, terutama dalam penggunakan bahasa tulisan. Dalam menulis, manusia tidak bisa sekehendak hati, tetapi harus mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Di Indonesia, aturan menulis harus sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Penetapan atur