A.
Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting agar manusia dapat saling berinteraksi dan berbagi
informasi dengan manusia yang lain. Bahasa ada yang digunakan secara lisan,
adapula yang digunakan dalam bentuk tulisan. Bahasa melengkapi anugerah yang
diberikan Tuhan kepada manusia. Melalui bahasa, manusia dapat terus
mengembangkan kemampuan menalar yang dimilikinya. Kemampuan menalar tersebut
sangat penting untuk mengembangkan kemampuan manusia agar terus berkembang
kearah kemajuan. Hal itulah yang membuat perkembangan manusia cenderung
dinamis.
Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia,
maka penggunaan bahasa harus benar agar dapat dimengerti oleh manusia lain dan
tidak menimbulkan kesalah pahaman, terutama dalam penggunakan bahasa tulisan.
Dalam menulis, manusia tidak bisa sekehendak hati, tetapi harus mematuhi
aturan-aturan yang berlaku. Di Indonesia, aturan menulis harus sesuai dengan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Penetapan aturan Ejaan tersebut
telah di sesuaikan oleh pemerintah sesuai perkembangan zaman. Melalui berbagai
perubahan, akhirnya telah ditetapkan ejaan
yang sesuai dengan peraturan pemerintah terbaru yang saat ini di pelajari di berbagai lembaga
pendidikan.
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) merupakan salah satu
materi yang dipelajari dalam ketata bahasaan Bahasa Indonesia. Cakupan materi
yang dipelajari dalam ejaan meliputi
pengaturan penulisan huruf, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca. Pada
aturan penulisan huruf diatur mengenai pemakaian huruf, penulisan huruf
kapital, dan penulisan huruf miring. Aturan penulisan kata berisi peraturan
penulisan berbagai jenis kata termasuk penulisan kata bilangan, akronim, dan
kata serapan. Sedangkan di dalam penggunaan tanda baca membahas mengenai aturan penggunaan tanda baca yang
terdapat dalam bahasa Indonesia.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian
Sebagian besar orang berpandangan bahwa ejaan adalah
menyebutkan huruf demi huruf pada sebuah kata atau kalimat. Didalam bahasa
Indonesia, ejaan memiliki pengertian yang lebih luas, yaitu berhubungan dengan
ragam bahasa tulis. Ada berbagai macam pengertian yang mencoba menjelaskan pengertian
ejaan. Pengertian ejaan yang terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah cara atau aturan menuliskan kata-kata dalam huruf. Sedangkan di
dalam Ensiklopedia Indonesia, ejaan adalah cara menulis kata-kata menurut
disiplin ilmu bahasa. Ejaan pada dasarnya adalah aturan melambangkan bunyi
bahasa menjadi huruf, kata, ataupun kalimat. Secara umum ejaan dapat diartikan
sebagai seperangkat aturan yang mengatur penulisan bunyi bahasa menjadi huruf,
huruf menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi dalam
pemakaian bahasa agar tercipta keteraturan bentuk dalam bahasa tulis. Apabila sudah
teratur, maka makna yang ingin disampaikan akan jelas dan tidak akan terjadi
kesalahan dalam memahami makna tersebut. Ejaan yang benar harus selalu
dipelajari, dimengerti dan diterapkan dalam pelajaran bahasa Indonesia agar
bahasa Indonesia dapat digunakan dengan benar.
2.
Sejarah
Perkembangan Ejaan di Indonesia
Di dalam perkembangannya, ejaan di dalam bahasa
Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan. Hal itu sejalan dengan konsep
bahasa yang semakin dinamis. Ejaan juga di sesuaikan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi di masyarakat. Berikut adalah beberapa tahapan perkembangan ejaan
di Indonesia:
a. Ejaan
Van Ophuysen
Ejaan ini merupakan ejaan pertama yang berlaku di
Indonesia. Ejaan Van Ophuysen ditetapkan pada tahun 1901. Ejaan ini merupakan
warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasar dari penggunaan bahasa Indonesia.
b. Ejaan
Soewandi
Ejaan Soewandi merupakan perubahan dari ejaan Van
Ophuysen. Ejaan ini mulai berlaku pada tahun 1947. Nama lain dari ejaan
Soewandi adalah ejaan Republik.
c. Ejaan
Melindo
Ejaan melindo merupakan singkatan dari ejaan Melayu
Indo. Pada tahun 1959, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah
Malaysia untuk merumuskan ejaan tersebut. Namun, ejaan ini tidak jadi
diresmikan.
d. Ejaan
Yang Disempurnakan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)
ditetapkan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus 1972 dengan Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor : 57/1972 tentang peresmian berlakunya Ejaan
Bahasa Indonesia yang disempurnakan.
e. Ejaan
tahun 1975
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum
Pembentukan Istilah".
f. Ejaan
tahun 1987
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987
tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
g. Ejaan tahun 2009
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987
tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
- 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
- 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
- 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
- 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
- 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
- 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
- awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
- Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
C. Ruang Lingkup Pengaturan Ejaan yang Disempurnakan
1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
Abjad
yang digunakan dalam EYD adalah sebagai berikut:
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
|||
A
|
A
|
a
|
J
|
j
|
je
|
S
|
s
|
es
|
B
|
B
|
be
|
K
|
k
|
ke
|
T
|
t
|
te
|
C
|
C
|
ce
|
L
|
l
|
el
|
U
|
u
|
u
|
D
|
D
|
de
|
M
|
m
|
em
|
V
|
v
|
ve
|
E
|
E
|
e
|
N
|
n
|
en
|
W
|
w
|
we
|
F
|
F
|
ef
|
O
|
o
|
o
|
X
|
x
|
eks
|
G
|
G
|
ge
|
P
|
p
|
pe
|
Y
|
y
|
ye
|
H
|
H
|
ha
|
Q
|
q
|
ki
|
Z
|
z
|
zet
|
I
|
I
|
i
|
R
|
r
|
er
|
b. Huruf
Vokal
Huruf vokal dalam bahasa Indonesia ada lima huruf,
yaitu a, e. i, o, dan u.
Huruf vocal
|
Contoh pemakaian
dalam kata
|
||
di awal
|
di tengah
|
di akhir
|
|
A
|
aku
|
baju
|
kaca
|
E
|
ekonomi
|
lemari
|
kue
|
I
|
iman
|
pisang
|
besi
|
O
|
orang
|
koran
|
rasio
|
U
|
usaha
|
buku
|
baru
|
c. Huruf Konsonan
Huruf
konsonan dalam bahasa Indonesia ada 21 huruf, yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l,
m, n, p, q, r, s,t, v, w, q, y, z.
Huruf konsonan
|
Contoh pemakaian
dalam kata
|
||
diawal
|
ditengah
|
diakhir
|
|
B
|
bangun
|
beberapa
|
azab
|
C
|
cantik
|
lucu
|
-
|
D
|
darah
|
hidup
|
babad
|
F
|
favorit
|
efek
|
kreatif
|
G
|
gajah
|
anggur
|
gudeg
|
H
|
hari
|
sahabat
|
mudah
|
j
|
juara
|
haji
|
bajaj
|
k
|
kereta
|
ikan
|
gubuk
|
l
|
lautan
|
ilham
|
kail
|
m
|
makan
|
hama
|
sulam
|
n
|
nilai
|
anak
|
azan
|
p
|
pulang
|
sapu
|
suap
|
q
|
Qariah
|
aqidah
|
-
|
r
|
raja
|
harta
|
takbir
|
s
|
singa
|
asal
|
buas
|
t
|
tolong
|
patung
|
sahabat
|
v
|
vaksin
|
oven
|
-
|
w
|
wanita
|
dawai
|
-
|
x
|
xenograf
|
-
|
-
|
y
|
yakin
|
sayur
|
-
|
z
|
zakat
|
azal
|
jaz
|
d.Huruf Diftong
Di
dalam Bahasa Indonesia, terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan
oi
Huruf Konsonan
|
Contoh pemakaian
dalam kata
|
||
diawal
|
ditengah
|
diakhir
|
|
ai
|
air
|
syair
|
selesai
|
au
|
auditorium
|
fauna
|
surau
|
oi
|
-
|
koin
|
amboi
|
e. Gabungan Huruf Konsonan
Ada
empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, sy.
Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan huruf
konsonan
|
Contoh pemakaian
dalam kata
|
||
diawal
|
ditengah
|
diakhir
|
|
kh
|
khawatir
|
terakhir
|
tarikh
|
ng
|
ngebut
|
bunga
|
kucing
|
ny
|
nyamuk
|
sunyi
|
-
|
sy
|
syafaat
|
isyarat
|
-
|
2.
Penulisan
Huruf Kapital atau Huruf Besar
Aturan penulisan huruf kapital seperti yang tercantum dalam EYD adalah sebagai berikut:
Aturan penulisan huruf kapital seperti yang tercantum dalam EYD adalah sebagai berikut:
1. Huruf
kapital di awal kalimat.
Misalnya:
Amir membeli makanan
2. Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung
Misalnya:
Kaka berpesan, “ Saya harus rajin belajar”
3. Huruf
kapital sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan kitab suci
dan nama Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan
Misalnya:
kita harus senantiasa mengingat-Nya dalam setiap aktivitas
4. Huruf
kapital sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang
Misalnya:
Haji Ahmad Iryawan
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan dan
keagamaan yang tidak diikuti nama orang
Misalnya:
Bapak Budi sudah dilantik menjadi bupati
5. Huruf
kapital sebagai huruf pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama
orang
Misalnya:
Mayor Jenderal Amir Syaripudin
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsure nama, jabatan dan pangkat
yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Banyar berita mengatakan bahwa gubernur itu terlibat kasus korupsi
6. Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang
Misalnya:
Iman Nurdiaman
7. Huruf
kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
suku Sunda
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama bangsa, suku bangsa dan bahasa yang
tidak dipakai sebagai nama
Misalnya:
wajah orang itu kearab-araban
8. Huruf
kapital digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah
Misalnya:
hari raya Idul Adha
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, peristiwa sejarah yang
tidak dipakai sebagai nama
Misalnya:
Masyarakat memperingati kemerdekaan
9. Huruf
kapital digunakan sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi
Misalnya:
Asia Barat
Huruf
kapital tidak digunakan sebagai huruf pertama nama unsure geografi
Misalnya:
anak-anak berenang di sungai
10. Huruf
kapital digunakan sebagai huruf pertama unsure-unsur nama resmi badan, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali unsure
seperti dan
Misalnya:
Dewan Perwakilan Rakyat
Huruf
kapital tidak digunakan sebagai huruf pertama kata yang tidak dipakai sebagai
unsure-unsur nama resmi badan, lembaga pemerintahan, dan ketatanegaraan, serta
nama dokumen resmi
Misalnya:
sesuai peraturan undang-undang, pemerintah harus mengayomi rakyatnya
11. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebaga
huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata
partikel, seperti: di, ke, dari, untuk, yang atau yang tidak terletak pada
posisi awal.
Misalnya:
Menebar Buku di Jawa Barat
12. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebaga
huruf pertama singkatan unsur nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. Doktor
Catatan:
singkatan-singkatan di atas selalu dikuti oleh tanda titik.
13. huruf kapital atau huruf besar dpakai sebaga
huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara,
kakak, adik, dan paman yang dipakai sebaga kata ganti atau sapaan.
Misalnya:
Kapan Ayah pulang?
Huruf
kapital atau huruf besar tidak dipakai sebaga huruf pertama kata penunjuk
hubungan kekerabatan yang tidak dpakai sebagai kata ganti atau sapaan. Misalnya: Kita harus hormat dan patuh terhadap orang
tua kita.
3. Penulisan Huruf Miring
3. Penulisan Huruf Miring
a. Huruf
miring digunakan untuk menulis judul buku, nama majalah, dan surat kabar.
Misalnya: Ia membaca buku Parasitologi
Kedokteran.
b. Huruf
miring digunakan untuk menulis huruf, kata atau kalimat yang mendapatkan
penekanan.
Misalnya:
Dia bukan tersakiti tetapi menyakiti
c. Huruf
miring digunakan untuk menulis kata-kata asing atau istilah asing/ilmiah.
Misalnya:
Dalam kata good morning artinya
selamat pagi.
Catatan:
-
Penulisan dengan
menggunakan huruf miring dalam tulisan tangan ditandai dengan memberikan garis
bawah tunggal pada kata yang hendak ditulis miring.
-
Penulisan dengan
menggunakan huruf yang akan ditebalkan dalam tulisan tangan ditandai dengan
memberikan tanda garis bawah ganda pada kata yang hendak dicetak ganda.
4
.
Penulisan Kata
a.
Kata
Dasar
Kata yang berupa kata dasar dtuls sebaga satu
kesatuan.
Misalnya: Buku itu penuh coretan
b.
Kata Turunan
1. Imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
Bermain, melihat, Penitipan, memaka
Jika
bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangka dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya
Misalnya:
Bersorak sorak
2. Jika
bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
gabungan kata itu ditulis serangkaian.
Misalnya:
Menguping , menyeruak
3. Jika
salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi gabungan kata itu
ditulis serangkai.
Misalnya:
mahasiswa
Catatan:
Jika
bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalannya adalah huruf kapital,
diantaranya kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
Non-Indonesia
Jika
kata maha sebagai unsur gabungan dikuti
oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melindungi kita.
c.
Bentuk
Ulang
Bentuk
ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
Tulisan-tulisan
d.
Gabungan
Kata
1. Gabungan
kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus. Unsur-unsurnya
ditulis terpisah.
Misalnya:
Mata kuliah
Gabungan
kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian,
dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian diantara unsur
yang bersangkutan.
Misalnya:
Anak-istri kami
Gabungan
kata berikut ditulis serangkai,
Misalnya:
Kadangkala kilogram
e. Kata ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya.
Kata
ganti –ku, dan kau- ditulis serangkaian dengan kata yang mengkutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkaian dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Ibuku, ibumu, dan ibunya adalah sahabat sejati sejak kecil.
f.
Kata
Depan di, ke, dan dari
Kata
depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya kecual di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai
satu kata sepert kepada dan daripada Misalnya: Baju merah itu terletak di
lemari.
Catatan:
Kata-kata
yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
Naik
mobil lebih lambat daripada naik
pesawat.
g.
Kata
si dan sang
Kata
si dan sang dtulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Para rakyat sangat patuh terhadap sang Raja.
h.
Partkel
1. Partikel
–lah, -kah, dan ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Harimaulah yang menggigit jerapah dengan kuat
2. Partikel
pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apapun yang kau pilih, akan selalu mendapat dukungan.
Catatan:
Kelompok
kata yang lazim dianggap padu, misalnya adapun,
andaipun, ataupun, bagaimanapun, barpun, kalaupun, maupun, meskpun, sekalipun,
sesungguhpun, dan walaupun dtuls
serangkai.
Misalnya:
Meskipun jabatannya tinggi, tetap harus dip roses hukum.
Tidak
hanya mahasswa adapun para demonstran lain yang mengepung Gedung Sate.
3. Partikel
per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’ dan ‘ tiap’ ditulis terpisah dari bagamana
kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Harga tiket kereta api mulai naik per 1 Desember 2012
i.
Singkatan
dan Akronim
1. Singkatan
ialah bentuk yang dipendekan yang terdiri atas satu huruf atau lebh.
a. Singkatan
nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat dikuti dengan tanda ttik.
Misalnya:
Tiana L.S (Tiana
Luvita Sorah)
b. Singkatan
nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resm yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
capital dan tidak dkuti dengan tanda titik.
Misalnya:
MPR Majelis
Permusyawaratan Rakyat
c. Singkatan
umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
Dll dan
lain-lain
d. Lembaga
kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
Misalnya:
Mm millimeter
2.
Akronim
ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlukan sebagai kata.
a.
Akronim
nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata tulis seluruhnya
dengan huruf kapital.
Misalnya:
FPIPS Fakultas
Pengetahuan Ilmu Pendidikan Sosial
b.
Akronim
nama dari yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari
deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital
Misalnya:
Akabri Akademi
Angakatan Bersenjata Republik Indonesia
c.
Akronim
yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:pemilu pemilihan umum
Catatan:
Jika
ditangkap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim vocal dan konsumen yang sesuai dengan
pola kata Indonesia yang lazim.
J. Angka Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka arab atau romawi.
J. Angka Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka arab atau romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I,II,III,IV,V,VI,VII,VIII,IX,X,L (50) C (100), D (500), M
(1.000) V (5.000), M (1.000.000)
2.
Angka
digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii)
satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kauntitas.
Misalnya: 0,5 sentimeter 1
jam 20 menit
3.
Angka
lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada
alamat.
Misalnya:
Jalan Dr. Setiabudhi No.262
4
Angka
digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
5.
Penulisan
lambing dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a.
Bilangan
utuh
Misalnya:
dua belas 12
b.
Bilangan
pecahan
Misalnya:
Setengah 1/2
6.
Penulisan
lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut:
Misalnya:
Paku Buwono X
7.
Penulisan
lambang bilangan yang mendapatkan akhiran –an mengikuti cara yang berikut
Misalnya:
Tahun
50-an atau tahun lima puluhan
8.
Lambang
bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam
perincian dan pemaparan.
Misalnya:
Rima belajar sehari sampai dua kali.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak
Darmo mengundang 250 orang tamu
Bukan:
250
orang tamu diundang Pak Darmo
Dua
ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo
10.
Angka
yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih
mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah
11.
Bilangan
tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kelas kami berjumlah empat puluh tujuh mahasiswa
Bukan:
Kelas kami berjumlah 47 (empat puluh tujuh) mahasiswa
12.
Jika
bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus cepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999, 75 (sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah)
5.Penggunaan Tanda Baca
1.
Tanda Titik
a.
Tanda
titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Saya salah satu mahasiswa UPI.
b.
Tanda
titik bisa dipakai pada akhir singkatan nama orang atau unsurnya.
Misalnya:
Moch. Ramdan
c.
Tanda
titik dipakai pada akhir singkatan atau unsur singakatan gelar, jabatan,
pangkat, dan sarapan.
Misalnya:
Dr. Doktor
d.
Tanda
titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada
singkatan yang terdiri dari atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda
titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
Catatan:
Berdasarkan
ejaan (kebiasaan) lama kata halaman disingkatkan dengan hal.
Ejaan baru menetapkan hlm. Sebagai singakatan yang baku. Kata tanggal
jangan disingkatkan menjadi tg.; singkatan menjadi tgl.
e.
Tanda
titik dipakai dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
Misalnya:
III. Departemen Dalam Negeri
A.
Direktorat Jenderal Pembangunan
Masyarakat Desa
B.
Direktorat Jenderal Agraria
C.
……
Penyiapan Naskah
1.
Patokan
Umum
1.1
Isi Karangan
1.2
Ilustrasi
1.2.1
Gambaran
Tangan
1.2.2
Tabel
1.3
……
Catatan:
Harus
ada perhatian benar mana yang memakai titik di belakangnya dan mana yang tidak.
Misalnya di belakang angka kedua atau ketiga (1.2, 1.2.1, 1.2.2) tidak perlu
diberi titik. Pada akhir tiap baris (seperti di belakang kata Negeri, Desa,
Agraria, Umum, dst) tidak perlu diberi titik.
f.
Tanda
titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul lewat 35 menit 20 detik)
g.
Tanda
titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit dan detik yang menunjukkan
jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
h.
Tanda
titik dipakai untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Saya lahir pada tahun 1995 di Subang
i.
Tanda
titik dipakai dalam singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal kata atau suku
kata, atau gabungan keduanya, atau yang terdapat di dalam akronim.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia
Catatan:
Masih
banyak orang yang tidak mengindahkan ketetapan di atas ini. Misalnya, P.T.
Arjuna seharusnya PT Arjuna.
j.
Tanda
titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran,
timbangan, dan mata uang.
Misalnya:
Cu Kuprum
TNT trinitrotoluene
Catatan:
Sampai
sekarang masih banyak orang yang menuliskan rupiah dengan titik di belakangnya
(Rp.). Kebiasaan itu menyalahi ketetapan ejaan baru. Lambang yang sifatnya
internasional seperti Cu dan cm di mana-mana di dunia dituliskan seperti itu,
namun bentuk lengkapnya dan ucapannya disesuaikan dengan kebiasaan tiap negara.
Untuk lambang cm, orang Indonesia mengeja dan melafalkannya sentimeter.
k.
Tanda
titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Gunung Kelud Meletus Lagi.
l.
Tanda
titik tidak dipakai di belakang alamat pengiriman dan alamat surat, atau nama
dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Setiabudhi 262 Bandung
24
Februari 2014
Yth.
Intan Tania Dewi, S.Pd
Jalan
Cilimus 11
Bandung.
Catatan :
Perhatikan letak singkatan Yth. di muka nama orang.
Catatan :
Perhatikan letak singkatan Yth. di muka nama orang.
2.
Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai unsur-unsur dalam
pemerincian atau pembilangan.
Misalnya : Satu, dua, ... tiga !
Catatan:
Pada contoh di atas Anda lihat bahwa tanda koma digunakan sebelum kata dan. Tanda koma di depan kata dan tidak digunakan bila kata dan itu berfungsi mengumpulkan dua benda, hal, kerja dsb.
Misalnya : Tasya melompat dan berteriak gembira.
Misalnya : Satu, dua, ... tiga !
Catatan:
Pada contoh di atas Anda lihat bahwa tanda koma digunakan sebelum kata dan. Tanda koma di depan kata dan tidak digunakan bila kata dan itu berfungsi mengumpulkan dua benda, hal, kerja dsb.
Misalnya : Tasya melompat dan berteriak gembira.
b.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata (akan) tetapi, melainkan, sedangkan.
Misalnya
: Orang itu kaya, tetapi ia tak pernah berbagi dengan sesama.
c. 1. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induknya apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Misalnya : Untuk biaya ia kuliah, orang tuanya mengiriminya lima ratus ribu rupiah sebulan.
2. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengikuti induk kalimatnya.
Misalnya : Orang tuanya mengiriminya lima ratus rupiah sebulan untuk biaya ia kuliah.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun demikian, akan tetapi.
Misalnya : .... Oleh karena itu, untuk masa yang akan datang, haruslah engkau selalu berhati-hati dalam setiap pekerjaanmu.
e. Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, adu, kasihan, yang terdapat pada awal atau tengah kalimat.
Misalnya : Wah, alangkah indahnya lukisanmu.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya : Kata Pak guru, “Engkau harus giat lagi belajar.”
g. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya : Surat ini hendaklah dialamatkan kepada Sdr. Ringgo. Amelz, Jalan Cipaku 02, Bandung.
h.Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya : Tambajong, Japi (1981) Dasar-Dasar Dramaturgi. Bandung: Pustaka Prima.
c. 1. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induknya apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Misalnya : Untuk biaya ia kuliah, orang tuanya mengiriminya lima ratus ribu rupiah sebulan.
2. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengikuti induk kalimatnya.
Misalnya : Orang tuanya mengiriminya lima ratus rupiah sebulan untuk biaya ia kuliah.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun demikian, akan tetapi.
Misalnya : .... Oleh karena itu, untuk masa yang akan datang, haruslah engkau selalu berhati-hati dalam setiap pekerjaanmu.
e. Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, adu, kasihan, yang terdapat pada awal atau tengah kalimat.
Misalnya : Wah, alangkah indahnya lukisanmu.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya : Kata Pak guru, “Engkau harus giat lagi belajar.”
g. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya : Surat ini hendaklah dialamatkan kepada Sdr. Ringgo. Amelz, Jalan Cipaku 02, Bandung.
h.Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya : Tambajong, Japi (1981) Dasar-Dasar Dramaturgi. Bandung: Pustaka Prima.
i. Tanda koma dipakai di antara tempat penerbitan, nama penerbit, dan
tahun terbit.
Misalnya : Tjokronegoro, Sutomo. (1968) Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Jakarta: Eresco.
Misalnya : Tjokronegoro, Sutomo. (1968) Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Jakarta: Eresco.
j. Tanda koma dipakai di antara nama
orang dan gelar akademik yang mengikutinya, untuk membedakannya dari singkatan
nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya : Rambo Sutomo, S.H.
k. Tanda koma dipakai di depan angka
persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya : 215,33 kg
l. Tanda koma dipakai untuk mengapit
keterangan tambahan termasuk keterangan aposisi.
Misalnya : Agoy, Direktur PT Jaya
Guna, seorang yang terkemuka di kampung itu.
m. Tanda koma tidak dipakai untuk
memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat apabila petikan langsung
tersebut berakhir dengan tanda tanya atau tanda
seru.
Misalnya : “Di mana baju itu kau
beli?” tanya Gita.
3.
Tanda Titik Koma (;)
a. Tanda
titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan
setara.
Misalnya : Dalam kecelakaan itu,
selain tangannya patah, ia juga mengalami pendarahan di bagian kepala; kakaknya
hanya menderita luka-luka ringan.
b. Tanda
titik koma dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat
majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya : Ayah mendengarkan radio;
ibu mendengarkannya juga sambil menjahit pakaian; adik sedang tidur di
kamarnya; saya sendiri bercakap-cakap dengan Juber.
4.
Tanda Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu
pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya
: Keperluan rumah yang telah dipesan oleh ibu ialah: lemari, meja makan, dan
kursi.
b. Tanda titik dua tidak dipakai bila rangkaian
atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya : Kantor yang baru itu
memerlukan lemari, meja dan kursi.
c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata
atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya : Ketua :Rambo
d. Tanda titik dua dipakai dalam teks
drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya : Sugoy : Kau menyesal
bersahabat denganku?
e. Tanda titik dua dipakai (i) di antara
jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab
suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan.
Misalnya : (i) Tempo, 2 (1995), 15 :
5
5.
Tanda Hubung (-)
a.
Tanda hubung menyambung
suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
Misalnya
:
.... masuk dari pin-tu
Samping.
|
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak
dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris atau pada
pangkal baris.
Pemenggalan yang salah Yang
benar
Dari dalam rumah itu terdengar....
|
Dari dalam rumah itu terdengar....
|
Dia tidak mengetahui kesulitan saya...
|
Dia tidak mengetahui kesulitan saya...
|
Catatan :
Seperti tampak pada
contoh yang salah di atas, akhiran-i tidak dipenggal karena akan terdapat satu
huruf pada pangkal baris, sedangkan huruf i itu dapat menduduki tempat tanda
hubung yang mendahuluinya.
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan
bagian kata dibelakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
penggantian baris.
Misalnya:
....kita harus men-dapat kesempatan.
....mari kita me-nukar uang itu.
Memperbesar harap-an.
|
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata
ulang.
Misalnya: kecil-kecil
d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
Misalnya: ber-evolusi dengan be-revolusi
f. Tanda hubung dipakai untuk
merangkaikan (a) se- dengan kata
berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (b) ke-dengan angka, (c) angka dengan-an, dan (d) singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata.
Misalnya: (a) Se-Jawa Barat
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan
unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya: di-reshuffle
Men-tackle
6.
Tanda Pisah (-)
a. Tanda pisah (panjangnya dua kali tanda
hubung) membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus
di luar bangun kalimat.
Misalnya: Kalau saya yang diminta
menyelesaikan sengketa itu-memang, saya baru mendapat keterangan tentang
pertikaian itu kemari-kedua belah pihak saya ajak berunding dulu sebelum mereka
berhadap-hadapan lagi.
b. Tanda pisah menegaskan adanya aposisi
atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya: Ahmad Jupriyanto –
Direktur PT Menega yang mengekspor hasil hutan dari Kalimantan – adalah seorang
pengusaha terkenal di Bandung.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua
bilangan atau tanggal yang berarti ‘sampai dengan’ atau di antara dua nama kota
yang berarti ‘ke’ atau ‘sampai’.
Misalnya: 1995-2014
7.
Tanda Elipsis (...)
a. Tanda elipsis (tiga tanda titik
berturut-turut) menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
“Saya sebenarnya..., tetapi.... saya minta maaf sebelumnya... saya kemarin....,
“ia
tidak mampu melanjutkan ceritanya.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu
petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Pada tahun 1974 Soewardi, Menteri
Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada masa itu, menetapkan ... perubahan
ejaan bahasa Indonesia.
Catatan:
Kalau
bagian yang dihilangkan itu mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah
titik; tiga titik untuk penanda bagian kalimat yang dihilangkan dan satu titik
lagi penanda akhir kalimat.
8.
Tanda Tanya (?)
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya: berapa harganya?
b. Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung
untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat
dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Katanya dia menikah lagi (?)
9.
Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai
sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah
memalukan perbuatannya itu !
10.
Tanda Kurung ( (...) )
a. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau
penjelasan.
Misalnya:
Ketika itu beliau anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya: Air Terjun Niagra (di perbatasan New York
11.
Tanda
Kurung Siku ([ …])
a. Tanda
kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menjadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya : Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemeresik.
b. Tanda
kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya : (Perbedaan antara dua macam proses ini
[lihat Bab I] tidak dibicarakan.)
12.
Tanda
Petik (“ …”)
a. Tanda
petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau
bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi disebelah
atas baris.
Misalnya : “Pergilah
sekarang,”kata Ibu.
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan,
dan bab buku apabila dipakai dalam kalimat.
Misalnya : “Penjual
Es Lilin” karya Hamka dan sajak “Senyum Hatiku Senyum” gubahan Amir Hamzah
dapat kita temukan dalam bunga rampai Sari
Pustaka Indonesia.
c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang
masih kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya : Pekerjaanya
itu dikerjakannya dengan cara “coba dan ralat” saja.
d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang
mengakhiri petikan langsung.
Misalnya : Kata
Pak Guru, “Besok kita belajar pukul tujuh.”
e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian
kalimat ditempatkan dibelakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan
yang dipakai dengan arti khusus.
Misalnya : Petinju
Muhammad Ali dijuluki “Si Mulut Besar”.
13.
Tanda
Petik Tunggal (‘ …’)
a. Tanda
petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya : Katanya,
“Aku baru saja duduk ketika kudengar suara dari kamar sebelah ‘O, Tuhan…’!
Rupanya penyakit Ibu kambuh lagi.”
b. Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau
penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya : rate of inflation, ‘laju inflasi’
14.
Tanda
Garis Miring (/)
a. Tanda
garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Misalnya : No.
124/PP/Pes./VI/82
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti
kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya : mahasiswa/mahasiswi
Pelopor/perintis
harganya
Rp 1.500,-/lembar
15. Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘)
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan
bagian kata.
Misalnya : Hari ‘lah petang. (‘lah = telah)
Dia lahir tahun ’90.
Usia lanjut pasti ‘kan tiba. (‘kan =
akan)
D. Pedoman Pembentukan Istilah
Istilah
pada dasarnya adalah kata atau gabungan kata yang maknanya sudah tetap, tepat,
pasti, jelas, dan mantap serta hanya digunakan dalam satu bidang keilmuan
tertentu. Dari pengertian ini istilah dapat dibedakan dari kata atau gabungan
kata biasanya yang maknanya masih bisa berubah. Sejalan dengan uraian tersebut,
Puspandari (2007) menyatakan bahwa istilah ialah kata atau gabungan kata yang
dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam
bidang tertentu.
Kata
telinga dan kuping sering dianggap sebuah kata yang bersinonim. Namun dalam
bidang kedokteran kedua kata tersebut disebut istilah sebab keduanya telah
memiliki makna pasti dan berbeda, yakni kuping adalah bagian telinga luar yang
kita sering sebut dengan daun telinga. Telinga sendiri organ dlam bagian dalam
telinga yang berfungsi sebagai indera pendengaran.
Berdasarkan
contoh kasus di atas, istilah dibuat untuk menghindari kesalahtafsiran dalam
bidang tertentu. Oleh karenanya, istilah biasanya dibentuk dengan sadar oleh
para ahli dibidangnya yang mengetahui benar konsep-konsep keilmuan
masing-masing. Dalam bahasa Indonesia, istilah terus berkembang untuk memenuhi
berbagai kebutuhan pengguna bahasa. Istilah tersebut terus bertambah sebab
sebagaimana bahasa yang lain, bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang telah
lengkap melainkan bahasa yang terus memperlengkap dirinya dengan berbagai
kosakata termasuk istilah.
Buku
Pedoman Pembentukan Istilah menjelaskan bahwa sumber istilah dalam bahasa
Indonesia bersumber dari tiga sumber sebagai berikut.
1.
Kosa kata bahasa
Indonesia, yakni kosakata bahasa Indonesia yang masih aktif digunakan.
Contoh :
tetikus istilah
untuk mouse (Inggris)
sisipi istilah
untuk insert (Inggris)
2. Kosakata bahasa-bahasa serumpun, yakni
antara lain bahasa Melayu, Jawa, Minang, Bali, Sunda, dan bahasa lainnya yang
ada di Nusantara.
Contoh :
pakan untuk istilah poultry (Inggris)
pewayang pandang untuk istilah overhead projector (Inggris)
3. Kosa kata bahasa asing, baik bahasa asing
Eropa, Timur Tengah, maupun bahasa asing Asia (Cina dan Sansekerta)
Contoh :
televisi sebagai istilah bahasa
Indonesia untuk television (Inggris)
efektif sebagai bahasa istilah
Indonesia untuk effective (Inggris)
Dalam
prosesnya, istilah dibentuk berdasarkan beberapa aturan. untuk kosakata yang
berasal dari bahasa Indonesia asli atau bahasa serumpun, ditetapkan aturan
sebagai berikut.
1. Seandainya terdapat dua buah kata yang
maknanya mirip, hendaknya dipilih kata yang paling cocok untuk konsep tertentu.
Contoh jaksa agung, masjid agung bukan jaksa besar atau
masjid besar, film kolosal bukan film besar atau film agung.
2. Seandainya terdapat dua buah kata atau
gabungan kata yang rujukannya sama, hendaknya dipilih kata atau gabungan kata
yang paling ringkas. Contoh gambut lebih ringkas daripada tanah berlumut (untuk
padanan kata peat dalam bahasa
Inggris), kosakata lebih ringkas daripada perbendaharaan kata (untuk padanan
kata vocabulary dalam bahasa Inggris.)
3. Seandainya terdapat dua kata atau gabungan
kata yang memiliki rujukan sama, hendaknya dipilih kata atau gabungan kata yang
berkonotasi baik. Misalnya tunasusila lebih baik daripada pelacur, pramusaji
lebih baik daripada pelayan restoran.
Untuk
kosakata dari bahasa asing, istilah dibentuk berdasarkan beberapa aturan
sebagai berikut.
1. Mempermudah pengalihan antara bahasa.
Contoh efisien sebagai padanan effisicient, buku sebagai padanan book,
dan pensil sebagai padanan pencil.
2. Kosakata asing yang dijadikan istilah
lebih cocok daripada kosakata Indonesia atau bahasa serumpun. Misalnya, favorit lebih cocok daripada kesenangan, hobi lebih cocok daripada kesenangan,
dan analisis lebih cocok daripada kajian.
3. Kosakata asing yang digunakan lebih
ringkas daripada istilah bahasa Indonesia ataupun bahasa serumpun. Misalnya, honor lebih ringkas daripada uang jasa
kerja, royalti lebih ringkas daripada
uang jasa pengarang, dan klorofil
lebih ringkas daripada zat hijau daun.
4. Kosakata asing yang dijadikan istilah akan
mempermudah kesepakatan antara para pakar karena padanannya dalam bahasa
Indonesia sangat banyak. Misalnya, kamera dipilih di antara alat foto, tustel,
atau potret, ideal dipilih di antara idaman, cita-cita, atau teladan.
Chaer
(2007) menjelaskan bahwa istilah dalam bahasa Indonesia dibentuk dengan
beberapa cara sebagai berikut.
1. Istilah dari bahasa Indonesia asli
dibentuk dengan cara penyempitan dan perluasan makna. Misalnya gaya ‘kekuatan’
dipersempit maknanya menjadi dorongan atau tarikan sebagai padanan kata force,
pesawat yang makna pertamanya adalah alat atau perkakas diperluas menjadi
pesawat terbang.
2. Istilah dari bahasa serumpun dijadikan
istilah dalam bahasa Indonesia jika mampu mewadahi suatu konsep bidang ilmu
tertentu. Misalnya nyeri dari bahasa
Sunda sebagai padanan kata pain
(Inggris), sulih bahasa Jawa sebagai
padanan kata substitution.
3. Istilah dari bahasa asing dibentuk menjadi
istilah bahasa Indonesia dengan cara sebagai berikut.
a. Diserap secara utuh artinya ejaan dan
lafalnya masih sama dengan bahasa asingnya. Misalnya absurd, wig, transfer, dan trauma.
b. Diserap dengan penyesuaian ejaan dan lafal.
Misalnya televisi, efektif, efisien, dan instrument.
c. Penerjemahan istilah asing ke dalam bahasa
Indonesia. Misalnya daur sebagai
terjemahan kata cycle, pengobatan sebagai terjemahan kata medical treatment, tindakan sebagai terjemahan kata treatment.
d. Penyerapan dan penerjemahan sekaligus.
Misalnya clearance volume diserap dan diterjemahkan menjadi volume ruang bakar,
subdivision diserap dan diterjemahkan menjadi subbagian, semiconductor diserap
dan diterjemahkan menjadi semipenghantar.
e. Istilah asing yang ejaannya bertahan dalam
banyak dipakai dalam bahasa Indonesia dapat secara langsung dijadikan istilah
bahasa Indonesia. Misalnya sakelar, belenggu, baju, piker, dan mahar.
Berdasarkan
berbagai cara di atas, proses pembentukan istilah dalam bahasa Indonesia dapat
dilakukan melalui langkah-langkah (prosedur bertahap yang langkah selanjutnya
ditempuh jika langkah awal tidak mampu memenuhi tujuan) sebagai berikut.
1. Mencari dan memilih kata atau gabungan
kata dalam bahasa Indonesia yang masih digunakan.
2. Mencari dan memilih kata atau gabungan
kata dalam bahasa Indonesia yang sudah tidak lazim digunakan.
3. Mencari dan memilih kata atau gabungan
kata dalam bahasa serumpun yang masih digunakan.
4. Mencari dan memilih kata atau gabungan
kata dalam bahasa serumpun yang sudah tidak lazim digunakan.
5. Mencari istilah dari bahasa Inggris dengan
memperhatikan kaidah sebagaimana dikemukakan di atas.
6. Mencari istilah dari bahasa asing lain
(selain bahasa Inggris) dengan memperhatikan kaidah sebagaimana dikemukakan di
atas.
Selain
aturan pembentukan sebagaimana di jelaskan di atas, dalam buku Pedoman Pembentukan Istilah Bahasa Indonesia
juga dijelaskan bagaimana menulis istilah khususnya penulisan istilah dari
bahasa asing. Beberapa kaidah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Unsur pinjaman yang belum terserap
sepenuhnya ke dalam bahasa Indonesia (dipakai dalam bahasa Indonesia, tetapi
pengucapannya masih dengan cara asing)
contoh : reshuffle
shuttle cock
b. Unsur pinjaman yang pengucapan dan
penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia (ejaan diubah
seperlunya, bentuk serapannya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.)
Contoh yang tetap :
ae ae
aerodinamics aerodinamika
ai ai
trailer trailer
au au
hydraulic hidraulik
e e
effect efek
eo eo
stereo stereo
eu eu
neutron neutron
ie ie
variety varietas
ng ng
congres kongres
Catatan :
Konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali
bila dapat membingungkan.
accu aki
effect efek
commission komisi
mass massa
Konsonan ganda (ss) dipertahankan untuk
membedakan dengan istilah masa yang berarti waktu, sedangkan massa berarti
khalayak atau orang banyak.
Catatan
:
a. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja
secara Indonesia, tidak perlu lagi diubah (contoh: kabar, sirsak, iklan,
bengkel, hadir)
b. q k
aquarium akuarium
frequency frekuensi
equator ekuator
c. x ks
executive eksekutif
taxi taksi
Catatan
:
Meskipun
x dan q diterima dalam abjad, tetap harus mengikuti aturan; kedua huruf itu
dipertahankan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembendaan dan
istilah khusus.
C.Kesimpulan
Ejaan pada dasarnya adalah aturan melambangkan bunyi
bahasa menjadi huruf, kata, ataupun kalimat. Secara umum ejaan dapat diartikan
sebagai seperangkat aturan yang mengatur penulisan bunyi bahasa menjadi huruf,
huruf menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Di dalam perkembangannya, ejaan
di dalam bahasa Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan. Hal itu sejalan
dengan konsep bahasa yang semakin dinamis. Ejaan juga di sesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
Ruang lingkup
kajian Ejaan Yang Disempurnakan adalah pemakaian huruf, penulisan huruf miring,
penulisan kata dan penggunaan tanda baca. Dalam bahasa Indonesia, istilah terus
berkembang untuk memenuhi berbagai kebutuhan pengguna bahasa. Istilah tersebut
terus bertambah sebab sebagaimana bahasa yang lain, bahasa Indonesia bukanlah
bahasa yang telah lengkap melainkan bahasa yang terus memperlengkap dirinya
dengan berbagai kosakata termasuk istilah.
D.Daftar Pusataka
Abidin,
Yunus dkk. (2010). Kemampuan berbahasa
Indonesia di perguruan tinggi. Bandung : Cv Maulana Grafika
Ali,
Lukman dkk. (1990). Bahan Penyuluhan
Bahasa Indonesia di Timor Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Badudu,
Yus. (1984). Membina Bahasa Indonesia
Baku. Bandung: Pustaka Prima
Komentar
Posting Komentar